Oleh M.
Nurachman
Selama sebulan penuh umat Islam di tempa atau ditraining oleh Allah
subhanahu wa ta’ala dengan harapan supaya menjadi seorang muslim yang
lebih baik lagi di sebelas bulan berikutnya. Ibarat sebuah hand phone
(HP) harus di charger supaya bertenaga kembali atau bak komputer untuk
kembali prima harus di instal.
Layaknya seekor ulat yang merupakan binatang berbulu menakutkan,
menjijikan, dan menggelikan, suatu waktu ulat akan “berpuasa” dalam kepompong
dalam jangka waktu tertentu dan pada akhirnya dia “bermetamorfosis” menjadi
makhluk yang sangat lucu, menggemaskan, menarik, indah, banyak dicari orang, dan menjadi binatang yang bernilai ekonomis
tinggi yaitu kupu-kupu.
Dalam beberapa hadits di sebutkan keistimewaan selepas Ramadhon.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ
الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang shaum Ramadhan karena
mengharap ridha Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. H.R.
Bukhari.
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِرَمَضَانَ مَنْ قَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa
yang menegakkannya Ramadhan (tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan
pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah
dikerjakannya". H.R. Bukhari.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ
الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
تَابَعَهُ سُلَيْمَانُ بْنُ كَثِيرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ
"Barangsiapa
yang melaksanakan shaum Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan
pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya,
dan barangsiapa yang menegakkan Lailatul Qadar karena iman kepada Allah
dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosa yang
telah dikerjakannya". H.R. Bukhari.
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ
صِيَامَ رَمَضَانَ وَسَنَنْتُ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ احْتِسَابًا
خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Allah
'azza wajalla telah mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan, dan aku telah
membuat sunnah untuk shalat malamnya. Barangsiapa shaum dan melaksanakan shalat
malamnya dengan mengharap pahala dari Allah, niscaya akan keluar dari
dosa-dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya". H.R. Ahmad.
Setelah shaum Ramadhan berlalu, oleh Allah subhanhu wa ta’ala kita di
ibaratkat seperti bayi yang baru dilahirkan tanpa dosa sedikit pun. Maka dari
itu “kertas putih bersih” yang telah Allah “hair” jangan sampai kita
kotori lagi di 11 bulan yang akan datang dengan aneka kemaksiatan dan amalan-amalan
yang sudah dikerjakan di bulan Ramadhan diteruskan lagi pengmalannya secara
kontinyu, mudawaman, serta istiqamahpada 11 bulan yang akan
datangsebagai refleksi dari training Ramadhan. Logika sederhannya buat
apa di training bila hasil training tidak diaplikasikan pada kehidupan
setelahnya. Jangan sampai amalan-amalan yang dikerjakan di bulan Ramadhan
selama ini hanya sekedar “amalan rutinitas” Ramadhan saja dalam arti ketika
Ramadhan beres, amalan-amalan tersebut tidak di amalkan lagi.
Adapun amalan-amalan yang biasa dilakukan ketika Ramadhan
diantarnya:
1.
Shaum.
2.
Shalat tarawih.
3.
Tadarus al-Qur’an.
4.
Memberi makan orang yang shaum.
5.
Shalat berjamaah di masjid.
6.
Zakat fitrah, infak, shadaqah.
7.
Saling memaafkan.
1.
Shaum.
Sebagaimana
disebutkan diatas bahwa amalan-amalan yang dikerjakan di bulan Ramadhan,
seyogyanya dikerjakan juga pada 11 bulan sesudahnya seperti shaum 6 hari di
bulan Syawal.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ
أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
"Siapa
yang shoum Ramadlan kemudian diiringinya dengan shaum enam hari di bulan
Syawwal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa". H.R.
Muslim.
Ada yang menilai bahwa hadits di atas dhaif atau lemah
sehingga tidak dapat diamalkan dan apabila di amalkan bisa terjerumus kepada bid’ah.
Menurut pendapat A. Zakaria hadits tersebut kuat dan bisa diamalkan serta
yang menyatakan bahwa hadits tersebut lemah tidak mempunyai alasan yang kuat. (2006:185-189)
A. Zakaria menerangkan lebih terperinci mengenai teknis shaum
Syawalyaitu, “Teknis pelaksanaan shaum Syawal boleh dilaksanakan setelah hari
raya, boleh juga dipertengahan atau akhir Syawal. Boleh berturut-turut dan
boleh juga berselang, sebab tidak terdapat ketentuan dari agama dalam masalah
tersebut. Dan apabila disyariatkan harus langsung setelah hari raya, berarti perempuan
yang kebetulan sedang haidh pada hari-hari tersebut, hilanglah kesempatan untuk
melakukannya. Melaksanakan shaum Syawal terlebih dahulu sebelum qadha,
tidak terlarang sebab mengqadha shaum punya waktu yang leluasa, sedangkan shaum
syawal terbatas hanya di bulan Syawal saja”. (2006:189).
Senada dengan A. Zakaria, Abduh Zulfidar Akaha juga menambahkan,
“......Termasuk juga perempuan yang meninggalkan hutang puasa Ramadhan. Dia
harus membayar dulu hutang puasanya, baru puasa enam hari Syawal. Dan bisa juga
dia berpuasa enam hari Syawal dulu, baru kemudian membayar hutang puasa Ramadhannya
di hari-hari yang lain, sebelum datang Ramadhan berikutnya”. (2002:193).
Mengapa dalam hadits di atas, Rasulullah menyebutkan bahwa shaum
Ramadhan dan enam hari Syawal pahalanya sama dengan shaum selamanya? Abduh
Zulfidar Akaha memaparkan alasannya, “Matematika dari hadits ini adalah, bulan
Ramadhan sama nilainya dengan sepuluh bulan, karena di dalam al-Qur’an {Q.S.
al-An’am (6) : 160, “.....Barangsiapa yang melakukan satu kebaikan, maka ia
mendapatkan sepuluh kebaikan seperti
kebaikan seperti itu.....” Dan dalam sejumlah hadits shahih juga
disebutkan demikian} dikatakan bahwa satu kebaikan sama nilainya sepuluh
kebaikan. Sedangkan enam hari Syawal,
nilainya sama dengan enam puluh hari-hari yang lain. Artinya, enam hari Syawal
sama dengan dua bulan. Dengan demikian, seorang muslim/ah yang mengerjakan
puasa Ramadhan dilanjutkan dengan enam hari Syawal, berarti sama nilainya
dengan puasa satu tahun penuh. Dan, Karena umat Islam diwajibkan puasa Ramadhan
setiap tahun, maka orang yang puasa Ramadhan setiap tahun ditambah selalu puasa
enam hari Syawal, berarti dia puasa selamanya! Wallahu a’lam”. (2002:193).
Selain shaum enam hari Syawal yang sifatnya “tahunan”, ada lagi
shaum serupa seperti Shaum Tasu’a dan Asyura (shaum tanggal 9 dan
10 di bulan Muharam), shaum Arafah (shoum tanggal 9 Dzulhijjah) dan
memperbanyak shaum di bulan Sya’ban (bukan shaum Nishfu Sya’ban!!!). Ada juga
shaum yang sifatnya “bulanan” yaitu shaum Ayamul Bidh (shaum pada
tanggal 13, 14,& 15 setiap bulan Hijriah). Shaum yang bersifat “mingguan”
yaitu shaum pada Senin Kamis dan shaum yang sifatnya “harian” yaitu shaum Daud
(shaum selang sehari). (Untuk lebih jelas mengenai shaum-shaum tersebut
silahkan baca buku Risalah Shaum Sunnah-Sunnah Dan Bid’ah-Bid’ahnya
karya Wawan Shofwan Sholehuddin).
1.
Shalat Tarawih.
Shalat Tarawih, Qiyamur Ramadhan, Tahajud, atau Qiyamul Lail adalah
sama, yang membedakan hanya waktu pelaksanaannya saja. Menurut Usman
Sholehuddin, dkk: “Qiyamul Lail itu ada dua macam; Pertama, dikerjakan diluar
bulan Ramadhan yang bila dikerjakan setelah tidur terlebih dahulu oleh ulama
disebut tahajud. Shalat ini dikerjakan secara munfarid (sendirian).
Utamanya dikerjakan setelah tengah malam atau akhir malam, yakni waktu yang
mendekati waktu Shubuh. Kedua, dikerjakan pada bulan Ramadhan yang biasa
dinamai Qiyamur Ramadhan atau tarawih. Sholat tarawih lebih baik
dikerjakan dengan berjamaah pada awal malam”. (2009:2).
Sholat tahajud adalah satu-satunya shalat sunnah yang tercantum
dalam al-Qur’an. Banyak keterangan atau dalil yang menerangkan besarnya pahala
shalat tahajud.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلۡمُزَّمِّلُ ١قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلٗا ٢
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di
malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. Q.S. al-Muzzammil (73) : 1-2.
وَمِنَ
ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةٗ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ
مَقَامٗا مَّحۡمُودٗا ٧٩
“Dan pada sebahagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai
suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat
yang terpuji”. Q.S. Bani Israil (17) : 79.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ
الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي
فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي
فَأَغْفِرَ لَهُ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Rabb Tabaraka wa Ta'la turun ke langit dunia pada setiap
malam, yakni saat sepertiga malam terakhir seraya berfirman, 'Siapa yang
berdo'a kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu
niscaya akan Aku berikan dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan
Aku ampuni'". H.R. Muslim.
Mengenai jumlah dan formulasi rakaat shalat tahajud, sama dengan
jumlah dan formulasi rakaat shalat tarawih yaitu 11 rakaat dengan formulasi 4-4-3
sebagaimana hadits yang diterangkan oleh Aisyahradhiyallahu ‘anha,
عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ
صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي
رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا
فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا
تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقَالَتْ
عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ
يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa dia pernah bertanya kepada
'Aisyah; "Bagaimanakah shalat (sunnah) Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pada bulan Ramadhan?" Aisyah menjawab; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengerjakan shalat sunnah baik ketika Ramadhan atau diluar
Ramadhan tak lebih dari sebelas rakaat, beliau mengerjakan empat rakaat, kamu
tidak usah menanyakan kualitas dan panjangnya shalat beliau, setelah itu beliau
mengerjakan empat rakaat, kamu tidak usah menanyakan kualitas dan panjangnya
shalat beliau, kemudian beliau shalat tiga rakaat." Aisyah berkata; lalu
aku bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum witir? Beliau
menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku memang tidur, namun hatiku
tidak". H.R. Muslim.
2.
Tadarus al-Qur’an.
Sebagaimana kebiasaan ketika bulan Ramadhan berlangsung, kaum
mslimin dimana pun berada beramai-ramai bertadarus mengkhatamkan
al-Qur’an. Dalam satu bulan ada yang bisa mengkhatamkan satu kali, dua
kali, bahkan ada yang sampai 30 kali khatam atau dalam satu hari khatam
al-Qur’an 30 juz. Tapi yang disayangkan selepas Ramadhan kebiasaan bagus
tersebut tidak diteruskan di 11 bulan berikutnya dan berakibat bahwa “tradisi”
tadarus al-Qur’an ini hanya sebatas rutinitas bulan Ramadhan saja.
Untuk mempermudah bertadarus al-Qur’an, A. Zakaria memberikan
tipsnya, beliau berkata, “Al-Qur’an adalah pedoman hidup setiap muslim dan bisa
dijadikan sebagai kurikulum sepanjang hayat. Kalau menghitung jatah umur
manusia kurang lebih 60 tahun, al-Qur’an bisa dipelajari berdasarkan hitungan
umur. Usia 0-15 tahun dipakai untuk masa membaca dengan baik sesuai kaidah ilmu
tajwid. Dari usia 16-45 tahun ditargetkan untuk mempelajari arti dan kandungan
isi al-Qur’an sebanyak 1 juz per tahun. Menginjak usia 46-60 tahun bisa
ditargetkan untuk mengkaji ulang bacaan, arti, serta kandungan isi al-Qur’an
sebanyak 2 juz per tahun. Dalam proses mempelajarinya bisa digunakan sistem
SKS. 1 juz umumnya terdiri dari 9 lembar, dan 1 lembar terdiri dari 30 baris.
Dengan target minimal 1 tahun 1 juz, berarti bisa mempelajari al-Qur’an
sebanyak 1 juz (9 lembar) dalam 9 bulan. Sisa waktu selama 3 bulan dipakai
untuk libur catur wulan dan hari-hari yang tidak efektif. Proses belajar untuk
1 juz per bulan bisa dipelajari dengan membagi 30 baris untuk 30 hari. Berarti
dalam satu bulan (30 hari) cukup mempelajari al-Qur’an sebanyak 1 baris per
hari”. (2006:154-155).
Begitu pula dengan mengkhatamkan al-Qur’an bisa dengan
metode mingguan, bulanan, tahunan, atau seumur hidup. Untuk mengkhatamkan
al-Qur’an selama seminggu bisa dengan tadarus satu hari 4,2 juz bila dibagi setiap
selepas shalat tadarusnya maka setiap selepas shalat harus tadarus sebanyak 0,8
juz atau dibulatkan 1 juz. Untuk mengkhatamkan al-Qur’an selama sebulan bisa
tadarus satu hari satu juz (one day, one juz) bila setiap selepas shalat
tadarusnya maka setiap selepas shalat harus tadarus1,8 lembar atau dibulatkan
dua lembar atau 60 baris.
Begitu pula kalau ingin mengkhatamkan al-Qur’an selama satu tahun
berarti dalam satu hari tadarus sebanyak satu lembar atau 30 baris bila selepas
shalat tadarusnya maka setiap selepas shalat harus tadarus enam baris maka
dalam jangka waktu 270 hari sudah khatam al-Qur’an sedangkan 90 hari tersisa
dapat digunakan untuk libur catur wulan atau hari-hari tidak efektif.
Apabila dalam satu hari tadarus al-Qur’an sebanyak satu baris maka
dalam satu bulan 30 baris atau satu lembar dan satu juz bisa memakan waktu
tadarus selama sembilan bulan dan khotam al-Qur’an memakan waktu 22,5 tahun. Minimal
seumur hidup kita bisa mengkhatamkan al-Qur’an satu kali.
3.
Memberi Makan Orang Yang Shaum.
Ketika bulan Ramadhan berlangsung, tidak sedikit kaum muslimin yang
memberi makan orang berbuka shaum karena tergiur pahala besar yang dijanjikan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagimana hadits di atas. Sayangnya
kegiatan itu lagi-lagi tidak diteruskan di 11 bulan selanjutkan. Padahal
memberi makan,terlebih orang miskin sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya
bahkan Allah mencap orang yang tidak mau memberi makan orang miskin sebagai
orang yang membohongkan agama dan akan memasukkannya ke dalam Neraka Saqar.
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ ١فَذَٰلِكَ ٱلَّذِي يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ ٢وَلَا
يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ ٣
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama. Itulah orang yang
menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. Q.S.
al-Ma’un (107) : 1-3.
مَا
سَلَكَكُمۡ فِي سَقَرَ ٤٢قَالُواْ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّينَ ٤٣وَلَمۡ نَكُ
نُطۡعِمُ ٱلۡمِسۡكِينَ ٤٤
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?.
Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan
shalat dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin”. Q.S. al-Muddatsir
(74) : 42-44.
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ
وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Dari Abdullah bin Amru bahwa seorang laki-laki bertanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, "Islam yang bagaimana yang paling baik?" Beliau
menjawab: "Kamu memberi makan, dan mengucapkan salam kepada orang yang
kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal”. H.R. Bukhari dan Muslim.
.....أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا
وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“.....Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan
dan laksanakanlah shalat pada saat manusia tertidur nisacaya kalian masuk surga
dengan selamat”. H.R. Tirmidzi.
4.
Shalat Berjamaah Dimasjid.
Sudah bukan pemandangan umum setiap awal bulan Ramadhan semua
masjid penuh sesak dipadati oleh jamaah shalat Isya dan Tarawih, sampai-sampai
DKM harus memasang AC dan atau kipas angin untuk mendinginkan ruangan
dikarenakan hawa panas dari penuh sesaknya masjid. Sampai-sampai sang imam
berkelakar bahwa masjid mengalami “penyempitan dan kemunduran”. Begitu pula
ketika sholat Shubuh masjid agak penuh tidak seperti hari-hari biasanya. Tetapi
hal itu tidak berlangsung lama karena pertengahan bahkan akhir bulan Ramadhan,
masjid kembali mengalami “perluasan dan kemajuan”. Bukan pemandangan aneh bila
awal Romadhon tempat yang penuh adalah masjid, akhir Ramadhan tempat yang penuh
adalah pasar, dan awal Syawal tempat yang penuh adalah pemakaman.
Seharusnya shalat berjamaah dimasjidterus dilaksanakan bukan saja
pada awal Ramadhan tetapi juga pertengahan dan akhir bahkan 11 bulan ke depanpun
masjid harus senantiasa penuh. Bila menilik hadits-hadits tentang keutamaan
sholat berjamaah di masjid sangatlah besar pahalanya.
صَلَاةُ
الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
"Shalat berjama'ah lebih utama dibandingkan shalat sendirian
dengan dua puluh tujuh derajat." H.R. Bukhari dan Muslim.
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ
الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ
الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا
الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ
سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ
الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ
اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً
وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا
إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ
يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
"Siapa berkehendak menjumpai Allah besok sebagai seorang
muslim, hendaklah ia jaga semua shalat yang ada, dimanapun ia mendengar
panggilan shalat itu, sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada nabi kalian
sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya semua shalat, diantara sunnah-sunnah
petunjuk itu, kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seseorang yang
tidak hadir di masjid, atau rumahnya, berarti telah kalian tinggalkan sunnah
nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sungguh kalian
akan sesat, tidaklah seseorang bersuci dengan baik, kemudian ia menuju salah
satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap
langkah kakinya, dan dengannya Allah mengangkat derajatnya, dan menghapus kesalahan
karenanya, menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat,
melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen),
sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah diantara dua orang hingga
diberdirikan di shaff (barisan) shalat yang ada." H.R. Muslim.
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ
الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ
فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ
وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ
فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ
شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ
عَيْنَاهُ
"Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah
pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; pemimpin yang adil,
seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang
laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling
mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah
karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita
kaya lagi cantik lalu dia berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang
bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir
kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena
menangis." H.R. Bukhari.
وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ
بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ
أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ
مِرْمَاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ لَشَهِدَ الْعِشَاءَ
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku ingin
memerintahkan seseorang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan seseorang
untuk adzan dan aku perintahkan seseorang untuk memimpin orang-orang shalat.
Sedangkan aku akan mendatangi orang-orang (yang tidak ikut shalat berjama'ah)
lalu aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
seandainya seseorang di antara kalian mengetahui bahwa ia akan memperaleh
daging yang gemuk, atau dua potongan daging yang bagus, pasti mereka akan
mengikuti shalat 'Isya berjama'ah." H.R. Bukhari.
5.
Zakat Fitrah, Infaq & Shadaqah.
Sebelum berakhirnya bulan Ramadhan, kaum muslimin biasa
mengeluarkan zakat Fitrah berupa beras (makanan pokok) 2,5 kg atau uang senilai
itu untuk membersihakn jiwa atau Shaum Ramdhannya. Zakat yang biasa dikeluarkan
oleh kebanyakan kaum muslimin dalam satu tahunnya hanya satu kali yaitu zakat Fitrah
saja. Entah apa jadinya bila tidak ada shaum dan bulan Ramadhan, mungkin mereka
tidak akan pernah mengeluarkan zakat sama sekali.
Begitu juga dengan infak dan shadaqah banyak dilakukan ketika bulan
Ramadhan berlangsung terlebih menjelang hari raya Ied Fitri dan puncaknya
ketika hari raya Ied Fitri. Tak sedikit dibeberapa daerah pendistribusian atau
pembagian ZIS berlangsung atau berakhir ricuh bahkan tak jarang memakan korban
jiwa.
Padahal zakat banyak ragamnya. Ada sembilan jenis zakat yang wajib
dikeluarkan oleh setiap muslim yaitu Zakat Tijarah (Zakat Perdagangan),
Zakat Zira’ah (Zakat Hasil Pertanian), Zakat Emas & Zakat Perak
(termasuk di dalamnya uang simpanan bila sudah nishab dan haul),
Zakat Binatang Ternak, Zakat Ma’adin (Zakat Barang Tambang), dan Zakat Rikaz
(Zakat Harta Karun).
Kiranya bukan disini tempatnya untuk merinci zakat-zakat tersebut.
Silahkan baca buku Hukum Zakat karya Yusuf Qorodhowi, Risalah Zakat,
Infak & Sedekah karya Wawan Shofwan Sholehuddin, dan Pedoman
Zakatdan Beberapa Permasalahan Zakatkarya Teungku Muhammad Hasbi
Ashshidieqy, Pedoman tata Kelola Pusat Zakat Umat karya PZU PP. Persis, Artikel
Satu ZIS Untuk Lima Umat karya Ahmad Hasan Ridwan dan Buku Saku Panduan
Zakat karya Ahmad Solihin.
6.
Saling Memaafkan.
Bila Ied Fitri tiba sudah menjadi kebiasaan dan adat di Indonesia,
Malaysia, Brunai, sanak keluarga serta handai tolan saling berkunjung dan
meminta maaf atas segala khilaf yang telah diperbuat. Yang harus dicatat dalam
tradisi ini ialah jangan sampai tradisi ini dijadikan alat untuk menunda
meminta maaf. Kalau seseorang berbuat salah maka lekaslah ia meminta maaf
jangan sampai menunda dan menunggunya lebaran sebab manusia tidak tahu kapan
ajalnya datang menjemput karena dosa kepada manusia berbeda dengan dosa kepada
Allah. Allah tidak akan menerima tobat seorang hamba atas dosa hakul adami
sebelum orang itu dimaafkan oleh orang yang bersangkutan.
Saling memaafkan memang sangat dianjurkan oleh Islam sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur’an dan merupakan ciri orang yang bertakwa dan
bertawakal.
۞وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن
رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ
لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ
وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ
ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٣٤
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Q.S. Ali Imran (3) :
133-134.
خُذِ
ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ ١٩٩
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf,
serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. Q.S. al-A’raf (7) : 199.
فَمَآ
أُوتِيتُم مِّن شَيۡءٖ فَمَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ
خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ
٣٦وَٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا
غَضِبُواْ هُمۡ يَغۡفِرُونَ ٣٧
“Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup
di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi
orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.
Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan
keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf”. Q.S. asy-Syuuraa (42) ;
36-37.
Hindari juga bersalaman dengan bukan muhrim. Alih-alih
memupus dosa, malah menambah dosa.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,....” Q.S. an-Nur (24) : 30-31.
“Dan mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi
saksi terhadap kami?" kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan
segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan Kami pandai (pula) berkata, dan
Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu
dikembalikan”. Q.S. Fusilat (41) : 21.
“Sesungguhnya Allah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari
zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Mata zinanya adalah memandang,
kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan
zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan
berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakan”. H.R.
Muslim
“Ditusuk kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih
baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” H.R. Thabrani.
“Berkumpul-kumpul dengan babi lebih baik daripada bersentuhan
(secara sengaja) dengan wanita yang bukan mahram”. H.R. Ibnu Majah. Wallahu
a’lam bishshowab.
DAFTAR PUSTAKA
Akaha, Abduh Zulfidar. 2002.160 Kebiasaan Nabi SAW.Jakarta:
Pustaka al-Kautsar. Cet. I.
Ashshiddieqi, Teungku Muhammad Hasbi. 1976. Beberapa
Permasalahan Zakat. Jakarta: Tinta Mas Indonesia. Cet. I.
-----.1999.Pedoman Zakat.Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra. Cet. III. Edisi II.
Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. 2003. Shahih Bukhari.
Libanon:Darul Fikr Bairut
Muslim, Abu Husain bin Hijaj. 2007.Shahih Muslim.Libanon:
Darul Fikr Bairut.
PZU, PP. Persis. tt. Pedoman Tata Kelola Pusat Zakat Umat.
Bandung: PZU PP. Persis
Qaradhawi, Yusuf. 1996.Fiqhuz Zakat. Edisi Indonesia: Hukum
Zakat. Pen: Salman Harun, dkk. Bandung: PT. Pustaka Litera Antarnusa. Cet.
IV.
RI, DEPAG. 2005. Terjemah dan Tafsir al-Qur’an.Jakarta:
J-ART.
Ridwan, Ahmad Hasan. tt. Artikel Satu ZIS untuk Lima Umat Pusat
Zakat Umat. Bandung: PZU PP. Persis.
Sholehuddin, Usman, dkk. 2009.Kontroversi Shalat malam, Witir,
dan Tarawih. Bandung: Tafakur. Cet. II.
-----. 2011. Risalah Zakat, Infak, & Sedekah.Bandung:
Tafakur. Cet. I.
-----. tt. Risalah Shaum Sunah-Sunah Dan Bid’ah-Bid’ahnya.tanpa
penerbit
Solihin, Ahmad. 2014.Buku Saku Panduan Zakat.Bandung:
LAZNAS Pusat Zakat Umat. Cet. I.
Zakaria, A. 2006. Al-Hidayah. Garut: Ibn Azka Press. Cet.
II.
-----. 2006. Etika Hidup Seorang Muslim. Garut: Ibnu Azka
Press Garut. Cet. III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar