Oleh M. Nurachman
(Penasihat PC. Pemuda Persatuan Islam Sumedang
Selatan)
Ketika
Kabinet Hatta (1948-1949 M) mendapat serangan balik dari pelaku kudeta 3 Juli
1946, yakni Tan Malaka dari Marxist Murba dan Muhammad Yamin dalam pembelaanya
di Pengadilan Negeri, Kabinet Hatta mencoba mengadakan peringatan Hari
Kebangkitan Nasioanal (HARKITNAS). Hal ini diakibatkan pembelaan Tan Malaka dan
Muhammad Yamin diangkat di media massa cetak maupun radio, dinilai oleh Kabinet
Hatta, akan menumbuhkan perpecahan bangsa yang sedang menghadapi Perang
Kemerdekaan (1364-1369 H/1945-1950 M).
Guna menghidari perpecahan tersebut, Kabinet Hatta merasa perlu
membangkitkan kembali kesadaran sejarah nasional melawan penjajah. Untuk tujuan
tersebut, diperlukan penentuan tanggal awal dan organisasi apa yang mempelopori
timbulnya gerakan kebangkitan nasional pada abad ke-20 M. Tampaknya dipilihlah
organisasi yang telah mati, Budi Utomo. Jadi, bukan organisasi sosial
pendidikan Islam atau organisasi partai politik lainnya yang masih eksis dan
tetap berjuang membela Proklamasi 17 Agustus 1945.
Diputuskanlah Budi Utomo. Tanggal berdirinya 20 Mei dijadikan
sebagai Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS). Bukan Sarekat Dagang Islam, 16
Oktober 1905. Bukan pula Sarekat Islam serta bukan Persarikatan Muhammadiyah,
18 November 1912.Tidak pila Persatuan Islam (PERSIS), 12 September 1923, atau
Nahdhatul Ulama (NU), 31 Januari 1926.Walaupun organisasi-organisasi Islam ini
berakar dan berpengaruh besar pada mayoritas rakyat Indonesia dan hingga
sekarang ini masih berperan aktif dalam pembangunan bangsa, negara, dan agama.
Dengan kata lain, seluruh organisasi Islam tersebut masih hidup dan
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mempertahankan Proklamasi 17
Agustus 1945, Jum’at Legi, 9 Romadhon 1364 H, dan mengakar ditengah rakyat
hingga sekarang. Namun, akibat deislamisasi dalam pemilihan sejarahnya, hari
jadi Budi Utomo yang tidak berkelanjutan sejarahnya, ditetapkan sebagai
HARKITNAS.
Budi Utomo selain sebagai kumpulan elite bangsawan, juga sebagai
penganut Kejawen yang tidak sejalan dengan agama Islam yang dianut oleh
mayoritas agama Jawa sendiri.Apalagi Islam sebagai agama oleh mayoritas bangsa
Indonesia.Budi Utomo sebagai gerakan ekslusif yang menentang gerakan nasional
pada zamannya.
Keputusan Kabinet Hattta bila ditinjau dari fakta sejarah, terjadi
deislamisasi dasar pemikiran keputusan sejarahnya dan a-historis. Apakah
keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari keputusan tidak diakuinya
kembali eksistensi empat puluh kekuasaan politik Islam atau kesultanan di
Indonesia yang pernah hidup berabad-abad, jauh sebelu m Proklamasi 17 Agustus
1945, berdasarkan Maklumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946.(Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah
I:340-341).
Hari Kebangkitan Nasional yang selama ini
diperingati tanggal 20 Mei bukan tanpa
alasan karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan lahirnya Budi Utomo 20
Mei 1908 di Batavia (Sekarang Jakarta) oleh mahasiswa kedokteran Stovia dan
Soetomo, dkk. Padahal sebelum tanggal tersebut
pada tanggal 17 Juli 1905 di Batavia Umat Islam mendirikan sebuah sekolah
modern bernama Jami’at Khoir. Sekolah ini didirikan para pribumi keturunan
Arab, keluarga al-Syihab yang sangat progresif dan berpendidikan. Mereka adalah
Sayid M. al-Fachir bin Abdurrahman al-Masjhur, Sayid Muhammad bin Abdullah bin
Syihab, Sayid bin Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Syehan bin Syihab. Pada
masa itu, Jami’at Khoir menjadi satu-satunya lembaga pendidikan modern pertama
di Nusantara.Dalam sekolah Jami’at Khoir sudah diajari ilmu berhitung, sejarah,
dan ilmu bumi.Kurikulum disusun dengan rapi, dan kelas-kelas terorganisir
dengan rapi pula.Itulah sebabnya ada yang menyebut Jami’at Khoir sebagai
sekolah modern pertama di Indonesia.Bahasa pengantar sekolah itu adalah bahasa
melayu.Bahasa Belanda tidak diajarkan, dan sebagai gantinya diajarkan bahasa
Inggris. Para guru yang didatangkan dari
Negara-negara Arab kemudian juga mengajarkan api perlawanan terhadap penjajah.
Tanggal 16 Oktober 1905 di Surakarta berdiri
Sarekat Dagang Islam yang kemudian berganti nama menjadi Sarekat Islam yang
didirikan oleh Haji Samanhoedi (1868-1956), seorang pengusaha batik yang peduli
terhadap nasib perekonomian pribumi saat itu.
Begitu pula dengan M. Natsir yang
menyatakan tahun berdirinya Sarekat Islam yaitu tahun 1905 dan tahun berdirinya
Budi Utomo tahun 1908. (M. Natsir, Revolusi Indonesia hal. 9).
Sarekat Dagang Islam lahir sebagai jawaban terhadap upaya
penjajahan modern yang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan sumber bahan
mentah bagi industri penjajah Barat. Sarekat Dagang Islam atau Sarekat Islam
merupakan organisasi Islam tertua dari semua organisasi massa di tanah air.
Jika dilihat dari urutan sejarahnya, tentu Sarekat Dagang Islam dan sekolah
Jami’at Khoir telah lebih dulu berdiri ketimbang Budi Utomo.Baik Sarekat Dagang
Islam maupun Sekolah Jami’at Khoir mengajarkan semangat kebangkitan untuk
melawan segala bentuk penjajahan asing.Karena itu, kedua organisasi ini
dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah colonial Belanda.Sarekat Dagang Islam
berhasil menjadikan pasar sebagai penggerak ekonomi dan pembangkit kesadaran
nasional melawan hegemoni ekonomi asing.Sedangkan Jami’at Khoir membangun
kesadaran nasional untuk bangkit melawan penjajah melalui pendidikan.
Jika
disetarakan dengan organisasi pergerakan sezamannya Sarekat Islam adalah
satu-satunya organisasi pergerakan yang memiliki kegiatan usaha yang mencakup
hampir semua bidang sesuai kebutuhan bangsa Indonesia saat itu, yaitu bidang
sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, keagamaan, dan tentu saja politik. Tambahan
pula dalam Sarekat Islam agama Islam berfungsi sebagai ideologi sehingga gerakan
itu lebih merupakan suatu revivalisme, yaitu kehidupan kembali kepercayaan
dengan jiwa atau semangat yang berkobar-kobar. Semangat religius tidak hanya
menjiwai gerakan Sarekat Islam, tetapi juga memobilisasi pengikut yang banyak.
Buku Seabad Kontroversi Sejarah karya Asvi
Warman Adam mengemukakan pendapat Sarjono Kartodirjo terhadap SI denagn
ungkapan “banjir besar” dalam arti bahwa massa dapat dimobilisasi serentak
secara besar-besaran, baik dari kota-kota maupun daerah pedesaan. Dengan bidang
garap yang “multi dimensi” itu Sarekat Islam benar-benar menunjukkan gerakan
rakyat yang sulit dibendung. Kenyataan ini yang menimbulkan kecemasan
Pemerintah Colonial Belanda.
Untuk menandingi gerakan umat tersebut
(Jami’at Khoir dan Sarekat Islam), pemerintah colonial Belanda yang khawatir
eksistensinya terancam kemudian membentuk organisasi tandingan.Maka dibentuklah
organisasi Budi Utomo yang orang-orangnya kejawen (untuk menandingi Jami’at
Khoir) dan Sarekat Dagang Islamiyah (untuk menandingi Sarekat Dagang Islam) tahun
1909 di Bogor.Sarekat Dagang Islamiyah didirikan oleh R.M.T Adhisoeryo, seorang
sekertaris organisasi Sarekat Priyayi.
Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islamiyah mendapat perlindungan
dana-dana dari pemerintah colonial Belanda.Mereka adalah pegawai negeri (ambtenaar)
yang digaji Belanda untuk mempertahanakan penjajahan di Indonesia. Dirk van
Hinloopen Labberton ketua Theosofi Cabang Hindia Belanda menjadi penasihat
utama Budi Utomo, sedangkan C.J. Feith seorang asisten residen di Bogor menjadi
pelindung Sarekat Dagang Islamiyah. Ini membuktikan ada kedekatan antara kedua
organisasi itu dengan pemerintah colonial Belanda.(Tiar Anwar Bachtiar, dkk, Sejarah Nasional
Indonesia Perspektif Baru II:129& Asvi Warman Adam, Seabad Kontroversi Sejarah
hal. 25).
Budi Utomo adalah organisasi sempit, local dan etnis sentries.Hanya
orang Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggotanya. Dalam rapat-rapat
perkumpulan dan bahan dalam penyusunan Anggaran Dasar Organisasi pun Budi Utomo
tidak menggunakan bahasa Indonesia, melainkan menggunakan bahasa Belanda. A.K. Pringgodigdo mengungkapkan, “Walaupun
Budi Utomo perkumpulan buat seluruh Jawa dan oleh karena itu bermula
mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa perantaraan, tetapi sudut
sosiaal-cultureel Budi Utomo hanya memuaskan untuk penduduk Jawa Tengah”.Rasa
keunggulan budaya orang Jawa sering muncul ke permukaan bahkan di Bandung ada
cabang-cabang tersendiri untuk anggota orang-orang Jawa dan Sunda.
Dalam rapat-rapat, Budi Utomo tidak pernah membahas tentang
kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka.Mereka hanya membahas bagaimana
memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu
Belanda.Dalam pasal-pasal Anggaran Dasar Budi Utomo tertulis tentang tujuan
organisasi, yakni untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa
Jawa dan Madura secara harmonis.
Tujuan Budi Utomo tersebut jelas bersifat Jawa-Madura sentries.Sama
sekali bukan kebangsaan.Budi Utomo juga memandang Islam sebagai “batu
sandungan” bagi upaya mereka. Noto Soeroto, salah satu tokoh Budi Utomo, di
dalam salah satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini Alsrichtnoer voor de Indische
Vereniging berkata, “Agama Islam merupakan batu karang
yang sangat berbahaya…..sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu
kita tidak karam dalam gelombang kesulitan.”
Dr. Soetomo pernah menyatakan bahwa Ka’bah
adalah berhala orang Arab dan Digul adalah kamp tahanan, di mana
pemimpin-pemimpin nasionalis selama ini dipenjarakan, adalah lebih baik
daripada Mekkah. Ia berpendapat bahwa orang yang “pergi ke Digul” keluar dari
konviksi, sementara umat Islam pergi ke Mekkah hanya dikarenakan kewajiban
agama. (Howard M. Federspiel, Persatuan Islam : Pembaharuan Islam Indonesia
Abad XX hal. 116-117, A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia
hal. 10 dan Asvi Warman Adam, Seabad Kontroversi Sejarah hal. 23).
Dr. wahidin Soedirohoesodo memandang bahwa
kebudayaan Jawa dilandasi terutama oleh ilham Hindu-Budha, mengisyaratkan bahwa
sebagian penyebab kemerosotan masyarakat Jawa adalah kedatangan agama Islam,
dan berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan Belanda. (Ricklefs,
Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 hal. 354).
Sebuah artikel di Suara Umum, sebuah media
massa milik Budi Utomo di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya terdapat
tulisan yang berbunyi, “Digul lebih utama daripada Mekkah. Buanglah Ka’bah
dan jadikanlah Demak itu kamu punya kiblat”.
Media cetak berbahasa Jawa milik Budi Utomo
yang bernama Djawi Hisworo yang terbit di Surakarta mengungkapkan artikel
tulisan Marthodarsono dan Djokodikoro, pada 9 dan 11 januari 1981, yang isinya
menghina Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam sebagai “seorang pemabuk”
dan “penghisap candu”. Dengan adanya artikel tersebut pimpinan Sarekat Islam dalam
suatu rapat umum di Surabaya dalam bulan Februari 1918 merekapun melahirkan
perasaan marah mereka terhadap penulis-penulis itu dan terhadap harian
tersebut. mereka juga menuntut pemerintah colonial Belanda agar menindak kedua
penulis dan pimpinan redaksi Djawi Hisworo. Selain itu Central Sarekat Islam
membentuk panitia Tentara Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam dengan
tujuan membangun kesatuan dan persatuan lahir dan batin antar Muslimin; dan
Menjaga dan melindungi kehormatan agama Islam, kohormatan Rosullullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam dan kehormatan kaum Muslimin.(Deliar Noer,
Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942 hal. 143).
Karena sikapnya yang tunduk dan setia kepada
pemerintah kolonial Belanda, maka tidak ada satu orang pun anggota Budi Utomo
yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Arah perjuangan Budi Utomo tidak
berasas kebangsaan, melainkan Chauvinisme sempit, sebatas memperjuangkan Jawa
dan Madura saja membuat kecewa dua tokoh besar Budi Utomo sendiri, yakni Dr.
Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo kemudian diikuti oleh Soejaningrat atau Ki
Hajar Dewantara. Kekecewaan mereka pun mengakibatkan mereka hengkang dari Budi
Utomo. Abdoel Moeis dari Sarekat Islam yang hadir dalam kongres kedua Budi
Utomo di Jogjakarta, 11-12 Oktober 1909 mengingatkan tentang sikap pimpinan
Budi Utomo yang sudah berusia tujuh tahun (1908-1915). Menurutnya, Budi Utomo
dipimpin oleh orang-orang pandai, tetapi sangat konservatif dan tidak mau
mengubah statuten atau anggaran dasarnya.
Bukan itu saja, di belakang Budi Utomo pun
terdapat fakta yang mencengangkan. Raden
Adipati Tirtokusumo, Ketua pertama Budi Utomo, ternyata seorang anggota
Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895. Sekertaris Budi Utomo
(1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabang sendiri dengan
nama Mason Boediardjo. Hal ini diungkapkan dalam Tarekat Mason Bebas dan
Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 karya Dr. Th. Stevens.Buku
itu merupakan buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota
Mason Indonesia.
Bandingkan dengan Sarekat Islam yang keanggotaannya terbuka bagi
semua rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Sebab itu para pengurusnya pun
terdiri dari berbagai macam suku, seperti Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto
berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera
barat, dan AM Sangaji dari Maluku. Sarekat Islam bertujuan Islam Raya dan
Indonesia raya, bersifat nasional.
Anggaran Dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia dan bersikap
non-kooperatif dengan Belanda. Sarekat Dagang Islam terus diawasi secara ketat
oleh pemerintah Belanda.Bahkan, Sarekat Dagang Islam dituding sebagai dalang
kerusuhan anti-Cina pada tahun 1912 yang mengakibatkan terusirnya etnik
tersebut dari Surakarta.Padahal, huru-hara tersebut dilakukan oleh Laskar
Mangkunegara atas dukungan pemerintah Kolonial Belanda.Dampak dari peristiwa
ini, organisasi Sarekat Dagang Islam mendapat skorsing dari residen Solo.Setelah
skorsing dicabut pada bulan Agustus 1912, umat Islam mendirikan Sarekat Islam
Raya, pada 10 September 1912. Anggaran Dasar organisasi ini menyatakan :
1.
Semangat
dagang dikembangkan di kalangan penduduk pribumi.
2.
Membantu
anggota yang dalam kesulitan yang tidak lantaran kesalahan mereka sendiri.
3.
Pembangunan
jiwa dan semangat kebendaan ditingkatkan
di kalangan penduduk pribumi.
4.
Melawan
pikiran-pikiran keliru mengenai Islam dan mengembangkan hukum dan adat
kebiasaan Islam.
Dua tiang utama Sarekat Islam adalah semangat dagang dalam melawan
hegemoni kapitalis asing dan semangat keIslaman, yang tak hanya ditujukan
kepada kalangan santri dan pribumi lainya,tetapi juga ditujukan kepada para
pedagang Arab. Sarekat Islam berhasil menghimpun dana melalui kekuatan dagang
dan menghimpun kekuatan politik berbasiskan Islam. Pada tahun 1912 juga
kemudian Sarekat Islam muncul dialihkan kepemimpinannya dari Haji Samanhoedi
kepada Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Pengalihan kepemimpinan itu
kemudian diikuti dengan rapat akbar di Surabaya tahun 1913. Rapat ini
memutuskan dibentuknya Central Sarekat Islam (CSI) di Surabaya, Yogyakarta, dan
Bandung.Dengan dibukanya CSI di beberapa wilayah itu, maka sifat organisasi
Sarekat Islam makin meluas ke berbagai wilayah di Nusantara.
Dalam perjalanan selanjutnya, peran Sarekat
Islam makin mengokohkan dirinya sebagai organisasi yang konsisten menggalang
kekuatan rakyat untuk melawan segala bentuk penjajahan.Sarekat Islamlah yang
memperkenalkan istilah nasional pertama kali pada tahun 1916 saat diadakan
kongres pertama Central Sarekat Islam di Bandung. Dalam kongres nasional tahun 1916 itu jumlah anggota Sarekat Islam
sudah mencapai 860.000 orang, yang berasal dari 80 cabang Sarekat Islam. Ini
jauh berbeda dengan jumlah anggota Budi Utomo ketika itu yang tidak mendapat
sambutan luas dari masyarakat.Budi Utomo pada masa keemasannya saja, pada tahun 1909,
hanya beranggotakan tak lebih dari 10.000 orang. Ini membuktikan bagaimana
sambutan spektakular dari rakyat Indonesia terhadap Sarekat Islam. Bahkan
menurut A.K. Pronggodigdo, pada tahun 1919 jumlah anggota Sarekat Islam sudah
mencapai 2 juta anggota. (Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia hal. 9).
Dalam kongres-kongres Sarekat Islam dibicarakan dengan tegas perlunya
pemerintahan sendiri (zelf bestuur) berparlemen dan undang-undang
sendiri.Nasional kongres Central Sarekat Islam pertama juga menuntut agar
diizinkan ikut serta membangun Indie Weerbar Actie (Aksi ketahanan Hindia)
untuk memperkuat pertahanan dalam mengantisipasi meluasnya Perang Dunia I ke
Nusantara. CSI juga melakukan perlawanan terhadap upaya kelompok komunis yang
akan memecah Nusantara, dan Sarekat Islam khususnya. Paham komunisme yang
dibawa oleh Josephus Hendricus Marie Sneevliet dianggap sebagai bahaya yang
mengancam persatuan nasional.
Selain Haji Samanhoedi dan Haji Oemar Said Tjokroaminoto dari Jawa,
tokoh Sarekat Islam yang terkenal lainya diantaranya H. Agus Salim dan Abdoel
Moeis keduanya dari Bukit Tinggi.Ini menunjukan bahwa organisasi Sarekat Islam
melepas sekat-sekat kedaerahan.Dalam kongres tahun 1917, Sarekat Islam dengan
tegas menyatakan perlunya perlawanan untuk menghancurkan kapitalisme jahat
(Zonding kapitalisme). Pada masa itu Sarekat Islam membagi 8 program kerja :
1.
Sikap
politik Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak
volksrad (dewan rakyat).
2.
Dalam
bidang pendidikan, menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan
penerimaan murid di sekolah-sekolah. Menuntut terlaksananya wajib belajar untuk
penduduk sampai usia 15 tahun, perbaikan segala lembaga pendidikan, menuntut
penambahan jumlah sekolah, memasukkan pelajaran keterampilan, perluasan sekolah
hukum dan sekolah kedokteran menjadi universitas, dan pemberian beasiswa pada
pemuda-pemuda Indonesia untuk belajar di luar negeri.
3.
Dalam
bidang agama Sarekat Islam menuntut dihapuskannya segala macam undang-undang
dan peraturan yang menghambat tersebarnya Islam, pembayaran gaji bagi para kiai
dan penghulu, subsidi bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pengakuan
hari-hari besar Islam.
4.
Dalam
bidang keadilan dan penegakan hukum Sarekat Islam menuntut pemisahan kekuasaan
yudikatif dan eksekutif, dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama
bagi menegakkan hak-hak yang sama diantara golongan penduduk negeri.
5.
Dalam
bidang agrarian Sarekat Islam menuntut penghapusan particulere landerijen
(milik tuan tanah) dan dengan mengadakan ekspansi dan perbaikan irigasi.
6.
Dalam
bidang industri yang memenuhi pelayanan dan barang-barang yang bersifat pokok bagi
rakyat banyak. Diantaranya perusahaan tekstil, pabrik kertas, industry besi,
gas, air, dan listrik.
7.
Dalam
bidang keuangan Sarekat Islam menuntut pajak-pajak berdasar proporsional, juga
menuntut adanya bantuan pemerintah bagi perkumpulan koperasi.
8.
Menuntut
adanya pelarangan yang tegas bagi minuman keras dan candu, perjudian dan
prostitusi, melarang penggunaan tenaga anak-anak mengeluarkan peraturan
perburuhan yang menjaga kepentingan tenaga kerja, serta menambah jumlah
poliklinik gratis.
Kongres-kongres Sarekat Islam pada masa selanjutnya semakin
membuktikan bahwa organisasi ini konsisten membangun kesadaran nasional rakyat
untuk bangkit melawan penjajahan.Kesadaran politik yang dibangun oleh Sarekat
Islam tidak etnosentris (mementingkan etnis tertentu), seperti organisasi Budi
Utomo. Karena itu, melihat dari runtutan dan fakta-fakta sejarah, berdirinya
Sarekat Dagang Islam di Surakarta pada 16 Oktober 1905 yang kemudian
menjadi Sarekta Islam Raya pada 10 September 1912, yang begitu gigih
membangkitkan kesadaran nasional untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah
asing, memperjuangkan kemerdekaan dan ikut mengantarkan bangsa ini melewati
pintu gerbang kemerdekaan.
Prof. Ralston Hayden, guru besar dari Amerika Serikat mengatakan, “Pergerakan
Sarekat Islam ini akan berpengaruh besar akan kejadiannya politik dikelak
kemudian hari, bukan saja di Indonesia, tetapi di seluruh dunia timur jua
adanya”. (Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi I:9)
Ki Hajar Dewantara mengatakan, “Gerakan Sarekat Islam telah
berhasil menggerakan kesadaran berbangsa dan bernegara, dengan menjadikan Islam
sebagai simbol nasional”. (Kholid O. Santosa dalam Prof. DR. A. Syafii Ma’arif,
dkk, Menggugat Sejarah hal. 10).
Gerakan Sarekat Islam dalam membangkitkan
semangat persatuan memang mampu mempengaruhi pergerakan-pergerakan yang muncul
sesudah itu. Tidak saja dalam kepeloporan pergerakan, tetapi juga dalam kepeloporan
pembuatan lambangpada gerakan bangsa Indonesia selanjutnya. Lambang-lambang
Sarekat Islam itu diantaranya, bulan bintang,banteng, tali, rantai, dan padi
kapas.Lambang banteng berpengaruh terhadap lambang PNI dan Partindo
pada masa gerakan nasional, lambang bulan bintang dipakai oleh partai
Masyumi pada masa Demokrasi Liberal dan sesudahnya. Pada masa fungsi partai
politik, lambang banteng juga dipakai oleh PDI. Lambang tali dipakai
oleh NU, lambang kemudi nahkoda dipakai oleh korps TNI. Lambang timbangan
dipakai oleh Kejagung dan Pengadilan, dan lain-lain.
Dan sekarang kita masih menyaksikan pengaruh
lambang Sarekat Islam terhadap lambang negara Burung Garuda. Gambar banteng,
rantai, padi dan kapas yang ada dalam perisai Burung Garuda berasal dari
lambang-lambang Sarekat Islam itu yang berpengaruh dan dipakai pada beberapa
lambang partai politik yang ada di Indonesia dewasa ini.
Dengan demikian, sebagai perintis, Sarekat
Islam tidak saja telah berhasil membangkitkan semangat berbangsa dan bernegara,
tetapi juga menunjukkan bahwa prinsip-prinsip dasar Islam dalam sejarah
Indonesia, telah menjiwai semua aspek kehidupan bangsa, termasuk aspek ekonomi,
sosial politik, bahkan ideologi negara. Selain itu, Sarekat Islam ikut
mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan dan sampai saat ini
Sarekat Islam masih eksis sedangkan Budi Utomo tidak turut mengantarkan bangsa
ini ke pintu gerbang kemerdekaan, karena resmi dibubarkan pada tahun 1935.(Ricklefs,
Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 hal. 357)
Endang Saifuddin Anshari pernah menulis
tentang kekagumannya terhadap partai Sarekat Islam khususnya dan organisasi
Islam khususnya dengan tulisannya, “Organisasi sosial dan nasional yang
pertama adalah organisai muslim: Sarekat Dagang Islam (1905). Organisasi
politik yang Indonesia yang pertama adalah organisasi politik muslim: Sarekat
Islam, Partai Sarekat Islam kemudian Partai Syarikat Islam Indonesia (1911)”.
(2004:240)
Kalau seperti itu faktanya, lalu kenapa hari
lahir Budi Utomo yang dipilih oleh pemerintah sebagai tonggak Kebangkitan
Nasional? Untuk menjawab itu, Asvi Warman Adam berkata, “Bagi pemerintah
kolonial Belanda jelas Budi Utomo yang
dipandang penting. Organisasi itu sesuai dengan Politik Etis yang dicanangkan
mereka awal abad ke-20, ingin meningkatkan pendidikan tetapi tanpa terjun ke
politik praktis. Sedangkan Sarekat Islam lebih dipandang sebagai gerakan yang
berbahaya, sebab itu pengakuan pemerintah kolonial terhadap perhimpunan ini
hanya bersifat lokal. Pandangan serupa diteruskan oleh pemerintah Orde Baru
yang memandang organisasi seperti Budi Utomo lebih cocok dengan program
stabilitas nasional. Sedangkan perkumpulan seperti Sarekat Islam itu berpotensi
menimbulkan gejolak. Itulah sebabnya dalam buku-buku sejarah nasional kita,
Budi Utomo yang ditonjolkan. Bahkan selalu ditekankan bahwa organisai tersebut
tidak bersifat kedaerahan”. (Seabad Kontroversi Sejarah hal. 26-27).
Maka tepat apa yang dikatakan K.H. Firdaus A.N
(mantan Ketua Majelis Syuro Sarekat Islam dan Anggota Majelis Ulama Persatuan
Islam sekarang Dewan Hisbah), “Hari kebangkitan Nasional yang kadung
diperingati setiap tanggal 20 Mei seharusnya diganti tanggal 16 Oktober, karena
pada hari itu Sarekat Islam berdiri”. (K.H. Shiddiq Amien, Islam Dari Akidah
Hingga Peradaban, hal. 317. Lihat juga Majalah Risalah No. 6 Th. 46 Ramadhan
1429 / September 2008 hal. 4-5).
Lebih jauh Asvi Warman Adam mengusulkan, “Kini
bingkai sejarah itu telah retak. Perlu dibuat yang baru”. (Seabad Kontroversi
Sejarah hal. 27).Terlepas dari itu semua, kita harus sadar akan pesan yang
disampaikan oleh Kuntowijoyo yaitu, “Urusan Sejarawan hanyalah
memperjelasnya, dan urusan peringatan itu sepenuhnya adalah keputusan
politik”.(Pengantar Ilmu Sejarah hal. 47).
Selain KH. Firdaus AN yang “menggugat” hari kebangkitan nasional 20 Mei ada juga yang
sependirian dengan beliau diantaranya peneliti dan sejarawan Robert van Niels dan masih banyak sejarawan yang lain. Masih adakah peran Islam dan umat Islam di negeri ini yang dilupakan?.Wallahu a’lam bishshowab.
Sumber Bacaan:
A. Syafii Ma’arif, dkk.Menggugat Sejarah.
Sega Arsy Bandung, 2010. Cet. I.
A.K. Pringgodigdo. Sejarah Pergerakan Rakyat
Indonesia. Dian Rakyat Jakarta 1994. Cet. XIII.
Ahmad Mansur Suryanegara.Api Sejarah.
Salamadani Bandung, 2013. Cet. VI.
Asvi Warman Adam. Seabad Kontroversi
Sejarah. Ombak Yogyakarta 2007. Cet. I.
Deliar Noer.Gerakan Moderen Islam Di
Indonesia 1900-1942. PT. Pustaka LP3ES Jakarta, 1996. Cet. VIII.
Endang Saifuddin Anshari. Wawasan Islam:
Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam. Gema Insani Press
Bandung, 2004. Cet. I
Howard M. Federspiel.Persatuan Islam :
Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia. Edisi Indonesia:Persatuan
Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX.Pen: Yudian W. Asmin &
Afandi Mochtar. Gadjah Mada University Press Yogyakarta, 1996. Cet. I.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah.
Triana Wacana Yogyakarta 2013. Cet. I.
M. Natsir.Revolusi Islam. Sega Arsy
Bandung, 2016. Cet. I.
M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern
1200-2008. Serambi Jakarta 2010. Cet. III.
Majalah Risalah no. 6 Th. 46 Ramadhan 1429 /
September 2008.
Soekarno.Dibawah Bendera Revolusi.
Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1965. Cet. IV.
Tiar
Anwar Bachtiar, dkk. Sejarah Nasional Indonesia Perspektif Baru.
Andalusia Islamic Education & Management Services (AIEMS) Jakarta. (tt).
Sangat mencerahkan, khususnya bg sy yg kelahiran 1980. Terima Kasih. JazakalLah
BalasHapus