Oleh M. Nurachman.
(Penasihat PC. Pemuda Persatuan Islam Sumedang Selatan).
A.
Definisi Syukur.
Ar-Raghib al-Ashfahanimendefinisikan, “Gambaran dalam benak
tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan”.Sedangkan M. Quraish Shihabmemberi
definisi, “Syukur adalah mengakui dengan tulus bahwa anugerah yang diperoleh
semata-mata bersumber dari Allah sambil menggunakannya sesuai tujuan penganugerahannya,
atau menempatkannya pada tempat yang semestinya”. Dan menurut sementara
ulama berasal dari kata syakara yang berarti membuka sehingga ia merupakan
lawan dari kata kafara yang berarti menutup yang juga berarti
melupakan nikmat Allah dan menutup-nutupinya/tidak mensyukurinya.(M. Quraish
Shihab, MA, Tafsir al-Misbah VI:321 dan I:384).
Bila ditulis ni’mat bermakna nikmat, bila ditulis niqmat
bermakna bencana. Ni’mat dan nikmat artinya sama, yang membedakan
hanya ketika di transliterasikan dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar
serta baku ditulis seperti itu, seperti halnya dengan kata ma’ruf dan makruf
atau da’wah dan dakwah. Begitu pula halnya bila ditulis syukur
bermakna syukur seperti yang sudah dijelaskan diatas sedangkan bila
ditulis sukur bermakna mabuk.
B.
Ciri Orang Bersyukur
M. Quraish Shihab berkata,“Siapa yang merasa puas dengan
perolehan yang sedikit setelah usaha maksimal, maka dia akan memperoleh banyak,
lebat, dan sabar. Beliau pun berkata lebih lebih lanjut mengenai hakikat syukuryaitu
“Menampakkan nikmat antara lain menggunakannya pada tempatnya serta sesuai
dengan yang dikehendaki oleh pemberinya juga menyebut-nyebut pemberinya dengan
baik”.(Tafsir al-Misbah, VI:320-321).Dari keterangan di atas dijelaskan
bahwa kita di perintahkan untuk menampakkan nikmat yang telah dianugerahkan
oleh Allah kepada kita.
“Pada suatu hari Malik bin Nadhroh al-Jusyami berada disisi Nabi
Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam dengan pakain yang sangat jelek. Nabi
bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau mempunyai harta?.’ Malik menjawab, ‘Saya
mempunyai berbagai macam harta’. Mendengar jawaban ini nabi menuntunnya dengan
bersabda, ‘Apabila Allah telah menganugerahkan kepadamu harta, maka hendaklah
terlihat bekas/tanda (adanya anugerah Allah itu) pada dirimu.’ Dalam riwayat
lain Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Maha Indah, senang kepada keindahan dan
senang pula melihat bekas/tanda (betapa besar) nikmat (yang dianugerahkan-Nya)
kepada hamba-Nya”. H.R. Nasa’i.
Imam Abu Hanifah pernah menegur seorang sahabatnya yang tidak
menampakkan nikmat Allah yang telah diberikan kepada sahabatnya tersebut.“Pada
suatu hari, Abu Hanifah melihat baju yang sudah usang sedang dipakai oleh salah
seorang teman dekatnya. Ketika orang-orang telah pergi dan tidak ada seorangpun
di tempat itu kecuali mereka berdua, Abu Hanifah berkata kepadanya, ‘Angkat
sajadah ini dan ambillah apa yang ada di bawahnya’. Maka temannya mengangkat
sajadah tersebut, tiba-tiba ia menemukan dibawahnya seribu dirham. Kemudian Abu
Hanifah berkata, ‘Ambil dan perbaikilah kondisi dan penampilanmu’. Akan tetapi
temannya kemudian berkata, ‘Sesungguhnya aku seorang yang mampu
(berkecukupan) dan sungguh Allah telah
memberiku nikmat-Nya sehingga aku tidak membutuhkan uang tersebut’. Berkata Abu
Hanifah, ‘Jika Allah telah memberimu nikmat, maka dimana bekas dan tanda
nikmat-Nya itu? Tidaklah sampai kepadamu bahwasanya Rosulullah SAW telah
bersabda, ‘Sesungguhnya Allah suka melihat bekas nikmat-Nya pada diri
hamba-Nya’. Karena itu seyogyannya kamu memperbaiki penampilanmu agar temanmu
ini tidak sedih melihatnya”. (ainuamri.wordpress.com)
Dalam al-Qur’an ada dua ayat yang menerangkan akan nikmat, yang
mana ayat tersebut semakna awalnya tetapi berbeda di akhirnya.
وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا
سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ
ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ ٣٤
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa
yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah
dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)”. Q.S.
Ibrahim (14) : 34.
وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ
لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٞ رَّحِيمٞ ١٨
”Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak
dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. Q.S. an-Nahl
(16) : 18.
M. Quraish Shihabberkata, “Perbedaan faashilat/penutup kedua
ayat tersebut-disini zhaluumun kaffar dan di sana Ghafuurun Rahiim agaknya
disebabkan konteks ayat dalam surat Ibrahim ini adalah uraian tentang sikap
manusia yang durhaka terhadap aneka anugerah Allah. Mereka tidak mensyukurinya
karena itu mereka dikecam, sedangkan dalam surah an-Nahl konteks uraiannya
adalah tentang aneka anugerah Allah dan kemurahan-Nya serta bagaimana Allah
menghadapi manusia, yakni betapapun mereka durhaka, Allah masih juga membuka
pintu pemaafan buat mereka serta tetap mencurahkan rahmat-Nya”.(Tafsir
al-Misbah, VI:381-382).
Memang dalam al-Qur’an, Allah telah menginformasikan bahwa
kebanyakan manusia tidak pandai bersyukur dan sedikit yang pandai berterima kasih.
وَلَقَدۡ مَكَّنَّٰكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ
وَجَعَلۡنَا لَكُمۡ فِيهَا مَعَٰيِشَۗ قَلِيلٗا مَّا تَشۡكُرُونَ ١٠
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur”. Q.S.
al-A’raf (7) : 10.
وَٱتَّبَعۡتُ مِلَّةَ ءَابَآءِيٓ
إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَۚ مَا كَانَ لَنَآ أَن نُّشۡرِكَ بِٱللَّهِ
مِن شَيۡءٖۚ ذَٰلِكَ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ عَلَيۡنَا وَعَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ
أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡكُرُونَ ٣٨
“Dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan
Ya´qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan
kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya)”.
Q.S. Yusuf (12) : 38.
يَعۡمَلُونَ لَهُۥ مَا يَشَآءُ مِن
مَّحَٰرِيبَ وَتَمَٰثِيلَ وَجِفَانٖ كَٱلۡجَوَابِ وَقُدُورٖ رَّاسِيَٰتٍۚ
ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرٗاۚ وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ ١٣
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari
gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya)
seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih”.
Q.S. Saba (34) : 13.
ٱللَّهُ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ
ٱلَّيۡلَ لِتَسۡكُنُواْ فِيهِ وَٱلنَّهَارَ مُبۡصِرًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ
عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡكُرُونَ ٦١
“Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu
supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang.
Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia,
akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur”. Q.S. al-Mu’min (40) : 61.
C.
Cara Bersyukur
1-3.
Dengan Ucapan, Hati, dan Perbuatan
Menurut ustad Uci Hidayat cara bersyukur yaitu dengan, “Ku
lambe, ku hate, jeung ku gawe”. Implementasi dari itu semua yaitu dengan hati
maksunya menyadari bahwa nikmat berasal dari Allah, dengan lisan maksudnyamisalnya
mengucapkan Alhamdulillah kepada Allah dan mengatakan terima kasih kepada
manusia,dan dengan perbuatanyaitu dengan sujud syukur, dengan melaksanakan
shalat, dan/atau misalnya dengan mengundang sanak saudara untuk makan-makan
atau memberi makanan/barang seperti yang biasa dilakukan oleh kebanyakan
masyarakat.
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Nikmat itu seperti hewan buruan yang
mudah lepas, maka ikatlah ia dengan banyak bersyukur”. (Solikhin Abu Izzidin,
Zero To Hero hal. 98).
Ustad Beni Sarbeni berkata, “Nikmat-Nya tidak bisa disyukuri
kecuali dengan nikmat dari-Nya karenanya orang yang mensyukuri nikmat merupakan
nikmat lain yang wajib dai syukuri. Jadi artinya kemampuan kita mensyukuri
nikmat, itu merupakan nikmat yang Allah berikan kepada kita yang kitapun wajib
mensyukurinya”.
Dikatakan: “Tidak dianggap bersyukur kepada Allah, orang yang
tidak bersyukur kepada manusia”. (A. Zakaria, Materi Dakwah II:1).
Yusuf Qardhawi mengutip pernyataan Ibnu Arabi bahwa salah satu cara
bersyukur adalah dengan cara memberi kepada orang miskin. Beliau berkata,
“Demikian pula dengan kata-kata yang diungkapkan oleh Ibnu al-Arabi.
‘Sesungguhnya Allah dengan hikmahnya yang tinggi dan hukum-hukum yang bijaksana.
Allah memberikan harta kepada orang-orang yang tertentu sebagai nikmat atas
mereka dan Allah telah menjadikan tanda syukur mereka atas nikmat itu, dengan
mengeluarkan sebagian harta itu diberikan kepada mereka yang tidak punya
sebagai wakil dan pengganti dari Allah s.w.t. yang telah menjamin mereka dengan
karunia-Nya sebagaimana firman-Nya ‘Dan tidak ada satu bianatng yang melata pun
di bumi melainkan Allahlah yang memberi rizkinya {Q.S. Hud (11) : 6}”. (Hukum
Zakat, II:1016-1017).
Sangat logis bila Yusuf Qorodhowi berpendapat demikian karena
ternyata nikmat yang telah kita dapat selama ini banyak dibantu oleh orang
lain. Apa penyebab nikmatnya menaiki sebuah mobil? Karena ada orang yang
kepanasan dan kehujanan menaiki sepeda motor, menaiki sepeda, dan berjalan
kaki. Bayangkan bila semua orang yang ada di dunia ini mempunyai dan menaiki
mobil, maka apa nikmatnya mempunyai serta menaiki mobil?.
Dari sesuap nasi dan secubit ikan asin yang kita makan berapa orang
yang terlibat dalam proses tersebut, mulai dari orang yang mencangkul, membuat
cangkul, membuat pupuk, membuat jala, membuat perahu, mengebor minyak dan yang
lainnya. Mungkin orang yang terlibat dalam proses tersebut bisa mencapai jutaan
bahkan lebih karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
dan membutuhkan bantuan orang lain.
Pada hakikatnya semua manusia diberikan harta yang sama rata oleh
Allah subhanahu wa ta’ala tetapi Allah menitipkan sebagian harta orang miskin
tersebut kepada orang kaya supaya terjadi keseimbangan di dunia ini. Jadi
sebagian harta yang dimiliki oleh orang kaya adalah kepunyaan orang miskin yang
dititipkan kepada mereka yang harus mereka berikan lagi kepada orang miskin.
Orang kaya hanya diberi Hak Guna Pakai (HGP) saja.
Bisa kita bayangkan jika Allah menyamaratakan semua harta manusia
dan tidak menitipkan sebagian dari harta itu kepada yang lain, tentu kehidupan
dunia ini tidak akan “ramai”. Adanya berbagai macam profesi disebabkan karena
harta manusia berbeda-beda.
وَٱللَّهُ
فَضَّلَ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ فِي ٱلرِّزۡقِۚ فَمَا ٱلَّذِينَ فُضِّلُواْ
بِرَآدِّي رِزۡقِهِمۡ عَلَىٰ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ فَهُمۡ فِيهِ سَوَآءٌۚ
أَفَبِنِعۡمَةِ ٱللَّهِ يَجۡحَدُونَ ٧١
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam
hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau
memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka
sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?”. Q.S. an-Nahl (16) : 71.
وَٱلَّذِينَ
فِيٓ أَمۡوَٰلهِمۡ حَقّٞ مَّعۡلُومٞ ٢٤لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ٢٥
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi
orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta)”. Q.S. al-Ma’arij
(70) : 24-25.
M. Quraish Shihab berkata, “Syukur manusia kepada Allah dimulai
dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan
anugerah-Nya disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa
cinta kepada-Nya dan dorongan untuk bersyukur dengan lidah dan perbuatan”. Dalam
kesempatan lain beliau berkata, “Dari penjelasan di atas, dapat dipahami
bahwa syukur menuntut pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lidah, dan
pengamalan dengan anggota tubuh. Kegiatan melakukannya-walau sekali-dilukiskan
dengan kata yasykur, bila hal itu sering dilakukan seseorang maka dia dinamai
syaakir dan bila telah membudaya dan mendarah daging dalam kepribadiannya mak
dia dinamai syakuur”. (Tafsir al-Misbah, IV:292 dan VI:321).
Berbeda halnya dengan kita bila Allah memberikan nikmat, kita hanya
diam tidak disebarluaskan kepada khalayak karena takut diminta oleh orang lain
tapi bila ditimpa musibah walaupun hanya ringan, sontak kita memberitahu
khalayak karena ingin di bantu.
وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ
فَحَدِّثۡ ١١
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. Q.S. adh-Dhuha (93) : 11.
4. Dengan Sujud Syukur
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ
أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ
“Dari Abu Bakrah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa
apabila terdapat perkara perkara yang menyenangkan atau beliau dibei kabar
gembira maka beliau bersujud untuk bersyukur kepada Allah”. H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah.
5. Dengan Shalat Syukur
Dalam buku Pengajaran Shalat hal 281, A. Hassan memasukkan Shalat
Syukur dengan membawakan sebuah hadits,
“Telah berkata Ummu Hani,
bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah masuk rumah saya pada
hari orang Islam taklukkan Mekkah (Fuhul Mekkah), lalu ia mandi dan shalat
delapan rakaat”. H.R. Bukhari
Ada lagi satu keterangan yang menyebutkan tentang adanya Shalat
Syukur yaitu dalam riwayat Ibnu Majah dari jalur Salamah bin Raja, telah
meriwayatkan kepadaku Sya’tsa, dari Abdullah bin Abi Aufa, radhiallahu anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat dua
rakaat pada saat diberi kabar gembira karena tewasnya Abu Jahal.”
6. Dengan Shalat Tahajud
“Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Jika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat, beliau berdiri hingga kedua
telapak kaki beliau merekah, lalu ‘Aisyah bertanya, ‘Kenapa engkau melakukan
semua ini, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan ampunan bagimu
atas dosa-dosa-mu yang telah lalu dan yang akan datang?’ Lalubeliaumenjawab,
أَفَلاَأَكُوْنُعَبْدًاشَكُوْرًا.
‘Apakahtidakbolehjikaakutermasukhamba yang
bersyukur.'”. H.R. Bukhari
dan Muslim.
D.
Tips/Kiat Bersyukur
1.
Memandang Kebawah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah memberikan tips supaya pandai dalam
bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala yaitu dengan memandang ke bawah
dalam urusan keduniaan jangan memandang ke atas.
نْظُرُواإِلَىمَنْأَسْفَلَمِنْكُمْوَلَاتَنْظُرُواإِلَىمَنْهُوَفَوْقَكُمْفَهُوَأَجْدَرُأَنْلَاتَزْدَرُوانِعْمَةَاللَّهِعَلَيْكُمْ
“Pandanglah orang yang berada dibawah kalian, jangan memandang yang
ada di atas kalian, itu lebih laik membuat kalian tidak mengkufuri nikmat
Allah”. H.R. Bukhari
dan Muslim.
Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
Bersabda, ”Tidak dibenarkan hasad (iri hati), kecuali terhadap dua orang;
seseorang yang dikaruniai oleh Allah (kemampuan manghafal/membaca) Al-Qur’an,
lalu ia membacanya pada waktu malam dan siang. Dan seseorang yang
dikaruniaihartaoleh Allah, laluiamenginfakannyapadawaktumalamdansiang”.H.R.
Bukhari dan Muslim.
Berdasarkan hadits tersebut, Rasulullah mengajarkan kepada kita
supaya untuk masalah keduniaan harus melihat ke bawah jangan ke atas, sedangkan
untuk masalah keakhiratan harus memandang ke atas jangan kebawah. Begitu pula
untuk masalah kepintaran dan keahlian harus melihat ke atas jangan ke bawah.
Hal itu dimaksudkan supaya manusia dapat mensyukuri karunia Allah subhanahu
wa ta’ala, tidak rakus akan dunia, terpacu untuk beramal akhirat lebih
baik, termotivasi belajar lebih giat dan tidak sombong.
Zainuddin M.Z (da’i sejuta umat) pernah mengilustrasikan perihal
nikmat. Beliau berkata, “Bila kite naik mobil ucapkanlah Alhamdulillah; kita bisa
naik mobil, liat orang lain naik sepeda motor kepanasan-kehujanan. Kata orang
yang naik sepeda motor; Alhamdulillah saya bisa naik motor, orang lain naik
sepeda kemana-mana di ejekin melulu. Kata orang yang naik sepeda; Alhamdulillah
saya naik sepeda, orang lain kemana-mana jalan kaki. Kata orang yang jalan
kaki; Alhamdulillah saya masih bisa jalan, tetangga kita sudah satu tahun
lumpuh kagak bisa kemana-mana diem aje di rumah. Kata orang yang lumpuh;
Alhamdulillah saya lumpuh juga masih hidup, tetangga kite kemarin mati kagak
balik lagi”.
2.
Berdoa
Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan doa kepada kita supaya bisa
menjadi orang yang pandai dalam bersyukur.
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكٗا مِّن قَوۡلِهَا
وَقَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِيٓ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتَ
عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَٰلِحٗا تَرۡضَىٰهُ وَأَدۡخِلۡنِي
بِرَحۡمَتِكَ فِي عِبَادِكَ ٱلصَّٰلِحِينَ ١٩
“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan
semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap
mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. Q.S. an-Naml (27) : 19.
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ
وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepada-Mu
serta beribadah kepada-Mu dengan baik”. H.R. Abu Dawud.
E.
Alasan Bersyukur
Mengapa manusia harus bersyukur?. Karena Allah telah memuliakan
anak cucu Adam (manusia), Allah telah memudahkan bagi manusia
pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh kehidupan, Allah
telah melebihkan manusia dibanding makhluk yang lainnya, dan Allah telah menundukkan
segala yang ada di langit dan di bumi untuk kepentingan manusia; sebagaimana
terbaca dalam dua ayat dibawah ini.
۞وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ
وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ
مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. Q.S. al-Isra (17) : 70.
أَلَمۡ تَرَوۡاْ أَنَّ ٱللَّهَ
سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَأَسۡبَغَ عَلَيۡكُمۡ
نِعَمَهُۥ ظَٰهِرَةٗ وَبَاطِنَةٗۗ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِي ٱللَّهِ
بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَلَا هُدٗى وَلَا كِتَٰبٖ مُّنِيرٖ ٢٠
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah
telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi
dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia
ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk
dan tanpa Kitab yang memberi penerangan”. Q.S. Luqman (31) : 20.
Manusia diperintahkan oleh Allah bersyukur kepada-Nya, kepada kedua
ibu bapaknya wabil khusus kepada ibunya karena telah mengandungnya
selama sembilan bulan, melahirkannya dengan bertaruh nyawa, menyusuinya selama
dua tahun, dan kepada manusia yang lain pada umumnya; sebagaimana terbaca dalam
ayat berikut.
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ
بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي
عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ ١٤
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Q.S. Luqman (31) : 14.
Banyak hal yang patut manusia syukuri atas aneka nikmat yang telah
Allah beri. Setidaknya ada beberapa hal yang paling fundamen akan hal itu,
diantaranya Allah menciptakan manusia [Q.S. al-Waqi’ah (56) : 58-59], Allah
menjadikan tumbuh-tumbuhan [Q.S. al-Waqi’ah (56) : 63-65], Allah menurunkan
hujan [Q.S. al-Waqi’ah (56) : 68-70], Allah menjadikan kayu bakar [Q.S.
al-Waqi’ah (56) : 71-74], ikhwal postur tubuh manusia yang teramat sempurna
[Q.S. at-Tin (95) : 4 & Q.S. al-Mu’min (40) : 64], Allah menjadikan
pendengaran; penglihatan; dan hati [Q.S. an-Nahl (16) : 78 & Q.S. al-An’am
(6) : 46], Allah memberikan keturunan [Q.S. al-Kahfi (18) : 46], Allah
mengenugerahkan agama[Q.S. ar-Rahman (55) : 1-4], Allah menundukkan bahtera,
sungai-sungai, matahari, bulan, siang, malam, dan segala apa yang manusia pinta
kepadanya[Q.S. Ibrahim (14) : 32-34].(A. Zakaria, Materi Dakwah II:3-8).
Jangankan manusia, Allah pun bersyukur. Dalam Asmaul Husna
ada salah satu Nama Allah yaitu asy-Syaakuur (Yang Maha Bersyukur lagi
Maha Pembalas Jasa).
۞إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ فَمَنۡ
حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ
وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ ١٥٨
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah
sebahagian dari syi´ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah
atau ber´umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa´i antara keduanya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”. Q.S. al-Baqarah (2) : 158.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتۡلُونَ كِتَٰبَ
ٱللَّهِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ سِرّٗا
وَعَلَانِيَةٗ يَرۡجُونَ تِجَٰرَةٗ لَّن تَبُورَ ٢٩ لِيُوَفِّيَهُمۡ أُجُورَهُمۡ
وَيَزِيدَهُم مِّن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ غَفُورٞ شَكُورٞ ٣٠
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. Q.S. Fatir (35) : 29-30.
Ibnu Qayyim al-jauziyyah berkata, “Sesungguhnya kedudukan syukur
adalah sebuah kedudukan yang sangat tinggi. Syukur itu kedudukannya ada di atas
ridha karena ridha merupakan bentuk syukur. Sebab tidak mungkin bersyukur ada
tanpa adanya ridha. Syukur itu adalah sepenuh iman. Sedangkan iman itu ada dua
bagian. Bagian pertama adalah syukur dan bagian kedua adalah sabar. Allah telah
memerintahkan hamba-Nya untuk bersyukur dan melarang yang sebaliknya. Dia
memuji orang-orang yang bersyukur dan menyifati mereka sebagai makhluk yang
khusus dari hamba-Nya. Allah menjadikan syukur sebagai tujuan puncak penciptaan
dan perintah-Nya. Dia menjanjikan kepada orang-orang yang bersyukur untuk
memberikan pahala yang terbaik. Dia jadikan sabar sebab bertambahnya keutamaan
dari-Nya dan sebagai penjaga atas nikmat-nikma-Nya. Allah juga memberitahukan
bahwa orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang benar-benar telah mampu
mengulang manfaat ayat-ayat-Nya. Allah menjadikan lafazh ini sebagai nama-Nya.
Allah sendiri adalah Syaakuur (Yang Maha Bersyukur). Allah menyampaikan
orang-orang yang bersyukur kepada yang di syukuri. Bahkan lebih dari itu. Ia
menjadikan seorang yang bersyukur sebagai orang yang disyukuri. Dan itulah
tujuan yang dikehendaki Allah dari hamba-Nya. Dan orang-orang yang bersyukur
merupakan kelompok yang paling sedikit dari hamba-hamba-Nya”. (Asma-ul Husna,
hal. 196-197).
Dalam Qur’an Surat ar-Rahman (55) disebutkan sebanyak 31 kali
kalimat mempertanyakan nikmat yang didustakan oleh manusia.
فَبِأَيِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا
تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”.
ثُمَّ لَتُسَۡٔلُنَّ
يَوۡمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ ٨
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari
itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”. Q.S. at-Takatsur (102) : 8.
Pepatah bijak berbunyi,“Jangan kau risaukan akan nikmat yang
belum kau miliki, tapi risaukanlah nikmat yang belum kau syukuri”.
Mengenai perolehan nikmat, manusia hanya saling sangka. Menurut
orang kantoran yang kerjanya cuma duduk ditempat teduh dia menyangka bahwa yang
enak itu penjual es keliling yang selalu sehat karena berjalan kaki dan
tersengat sinar ultra violet, bila dia kehausan tinggal meminum es dingin yang
ia jajakan. Penjual es yang disangkakan oleh pengawai kantor malah ingin
bekerja di kantoran karena ia mengira bahwa pekerja kantoranlah yang enak.
Ustadz Wawan Hermawan M.S. mengilustrasikan keluhan manusia
mengenai nikmat. Beliau berkata, “Terkadang dalam berkata kenikmatan, kita
selalu mengalamatkannya kepada orang lain sedangkan untuk masalah kesusahan,
kita alamatkan kepada diri sendiri. Orang lain mah senang, orang lain mah
sukses, orang lain kaya, sedangkan kita susah, kita mah pailit, kita mah
miskin. Secara tidak langsung ucapan seperti itu menjadi doa”.
Sesungguhnya bila kita bersyukur pada hakikatnya syukur kita itu
untuk diri kita sendiri.
...........وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ
رَبِّي غَنِيّٞ كَرِيمٞ ٤٠
“....Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. Q.S.
an-Naml (27) : 40.
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ
ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ
لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٞ ١٢
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang
tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Q.S. Lukman (31) : 12.
F.
Bahaya Tidak Bersyukur
1. Dimurkai
Allah
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن
شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ ٧
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Q.S. Ibrahim (14) : 7.
2. Mengganggu Keharmonisan Rumah Tangga
Nabi Ibrahim pernah menyuruh nabi Ismail untuk menceraikan
isterinya karena dipandang tidak pandai bersyukur akan nikmat yang diberikan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui suaminya dengan berpesan kepada isteri
Nabi Ismail supaya Nabi Ismail “Mengganti bendul pintu rumahnya”. Setelah Nabi
Ismail bercerai dengan isterinya, maka beliau menikahi wanita lain dari Bani
Jurhum dan Nabi Ibrohim berpesan kepada isteri Nabi Ismail yang beru supaya dia
“Memperkokoh bendul pintu rumahnya”. (Ibnu Katsir, Qishash al-Anbiya’, hal.
187).
3.
Sombong
Salah satu tabiat manusia adalah sombong. Bila manusia ditimpa
musibah, dia menyeru kepada Allah tetapi bila dia diberi nikmat oleh Allah, dia
mengatakan bahwa itu semua karena hasil usahanya. Tabiat seperti itu sama
dengan tabiat Qoaun, hartawan yang ditelan bumi pada zaman nabi Musa ‘alaihi
salam.
فَإِذَا مَسَّ ٱلۡإِنسَٰنَ ضُرّٞ
دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلۡنَٰهُ نِعۡمَةٗ مِّنَّا قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ
عَلَىٰ عِلۡمِۢۚ بَلۡ هِيَ فِتۡنَةٞ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ٤٩
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian
apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya
aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah
ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui”. Q.S. az-Zumar (39) : 49.
وَلَئِنۡ أَذَقۡنَٰهُ رَحۡمَةٗ
مِّنَّا مِنۢ بَعۡدِ ضَرَّآءَ مَسَّتۡهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِي وَمَآ أَظُنُّ
ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةٗ وَلَئِن رُّجِعۡتُ إِلَىٰ رَبِّيٓ إِنَّ لِي عِندَهُۥ
لَلۡحُسۡنَىٰۚ فَلَنُنَبِّئَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِمَا عَمِلُواْ
وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنۡ عَذَابٍ غَلِيظٖ ٥٠
“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah
dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: "Ini adalah hakku, dan aku
tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada
Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya".
Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah
mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras”. Q.S. Fushshilat (41) : 50.
Dalam menafsirkan ayat ini Mujahid berkata, “Ini adalah karena
usahaku, dan akulah yang berhak dengannya”. Sedangkan Ibnu Abbas
menafsirkan, “Ini adalah dari diriku sendiri”.
قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ
عِلۡمٍ عِندِيٓۚ أَوَ لَمۡ يَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَهۡلَكَ مِن قَبۡلِهِۦ
مِنَ ٱلۡقُرُونِ مَنۡ هُوَ أَشَدُّ مِنۡهُ قُوَّةٗ وَأَكۡثَرُ جَمۡعٗاۚ وَلَا يُسَۡٔلُ
عَن ذُنُوبِهِمُ ٱلۡمُجۡرِمُونَ ٧٨
“Qorun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu,
karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya
Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya
kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka”. Q.S. al-Qashash (28) : 78.
Qatadah menafsirkan ayat ini dan berkata, “Karena pengetahuanku
tentang cara-cara berusaha”.Ahli tafsir lainnya berkata, “Karena Allah
mengetahui bahwa akulah yang patut untuk menerima harta kekayaan itu”.Mujahid
mengomentari ayat ini dan berkata, “Aku diberi harta kekayaan ini atas
kemuliaan (ku)”.(Abdurrahman Hasan Alu Syaikh, Fathul Majid hal. 771).
فَأَمَّا ٱلۡإِنسَٰنُ إِذَا مَا
ٱبۡتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكۡرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَكۡرَمَنِ
١٥وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيۡهِ رِزۡقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ
أَهَٰنَنِ ١٦
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya
dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: ‘Tuhanku telah memuliakanku’.
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata:
‘Tuhanku menghinakanku’”. Q.S.
al-Fajr (89) : 15-16.
Allah menggambarkan bagaimana manusia pernah berjanji untuk
bersyukur, walaupun pada kenyataannya manusia ingkar akan janji dan tidak
pandai bersyukur.
قُلۡ مَن يُنَجِّيكُم مِّن ظُلُمَٰتِ
ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ تَدۡعُونَهُۥ تَضَرُّعٗا وَخُفۡيَةٗ لَّئِنۡ أَنجَىٰنَا مِنۡ
هَٰذِهِۦ لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ ٦٣ قُلِ ٱللَّهُ يُنَجِّيكُم مِّنۡهَا
وَمِن كُلِّ كَرۡبٖ ثُمَّ أَنتُمۡ تُشۡرِكُونَ ٦٤
“Katakanlah: "Siapakah yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa
kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan:
"Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah
kami menjadi orang-orang yang bersyukur”. Katakanlah: "Allah menyelamatkan
kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali
mempersekutukan-Nya”. Q.S.
al-An’am (6) : 63-64.
هُوَ ٱلَّذِي يُسَيِّرُكُمۡ فِي
ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۖ حَتَّىٰٓ إِذَا كُنتُمۡ فِي ٱلۡفُلۡكِ وَجَرَيۡنَ بِهِم
بِرِيحٖ طَيِّبَةٖ وَفَرِحُواْ بِهَا جَآءَتۡهَا رِيحٌ عَاصِفٞ وَجَآءَهُمُ
ٱلۡمَوۡجُ مِن كُلِّ مَكَانٖ وَظَنُّوٓاْ أَنَّهُمۡ أُحِيطَ بِهِمۡ دَعَوُاْ
ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ لَئِنۡ أَنجَيۡتَنَا مِنۡ هَٰذِهِۦ
لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ ٢٢
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat
berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di
dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di
dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya,
datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya,
dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa
kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka
berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini,
pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”. Q.S. Yunus (10) : 22.
Ustad Lili Somantri pernah mengilustrasikan ada seorang yang
menaiki sebuah pohon kelapa. Ketika sampai di atas pohon kelapa tersebut,
bertiuplah angin kencang dan menggoyangkan pohon kelapa itu. Dalam keadaan
terombang ambing oleh angin kencang di atas pohon kelapa yang tinggi, maka
orang tersebutpun berjanji bila selamat sampai ke bawah akan berkurban dengan
seekor sapi. Tak lama kemudian angin pun berhembus sedikit mengendur,
kesempatan itu dimanfaatkan oleh orang tersebut untuk sedikit demi sedikit
untuk turun dari atas pohon kelapa. Tak lama berselang dia berubah pikiran,
tadinya ingin berkurban seekor sapi diganti dengan seekor kambing. Beberapa
saat kemudian tiupan angin berubah sepoi-sepoi. Lagi-lagi kesempatan itu di
manfaatkannya untuk menuruni pohon kelepa tersebut. Sesampainya di tengah pohon
kelapa, janji untuk berkurban kambing pun dia rubah lagi dengan berkurban
seekor ayam. Akhirnya angin pun reda seketika. Bergegaslah dia turun dari pohon
kelapa dan menginjakkan kakinya di atas tanah. Sesampainya di atas tanah,
pikirannyapun berubah kembali. Saat aman seperti itu terbersit dalam benaknya
untu berkurban saja dengan seekor ayam, maka sejurus kemudian bergegaslah dia
ke kandang ayam. Dilihatlah ada seekor
ayam yang sedang bertelur. Terpikir olehnya kalau ayam di kurbankan maka telur
ayam tidak akan ada yang mengerami, akhirnya dia rubah lagi janji untuk
berkurban dengan telur. Tapi dipikir-pikir cape juga dari tadi sport jantung
menuruni pohon kelapa dengan diombang-ambing oleh angin, akhirnya dia loklok
telur ayam tersebut dan buyarlah sudah janji atau nadzar syukurannya kepada
Allah.
Manusia bila dibandingkan dengan iblis dalam masalah syukur lebih
mending iblis. Perhatikan ayat berikut,
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسۡجُدَ
إِذۡ أَمَرۡتُكَۖ قَالَ أَنَا۠ خَيۡرٞ مِّنۡهُ خَلَقۡتَنِي مِن نَّارٖ
وَخَلَقۡتَهُۥ مِن طِينٖ ١٢
“Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud
(kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih
baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari
tanah”. Q.S. al-A’raf
(7) : 12.
Ketika Iblis ditanya oleh Allah perihal keengganan dia sujud kepada
Adam, iblis berkata, “Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah”. Iblis saja berkata bahwa Allah-lah yang telah
menciptakan dia. Iblis tidak berkata, “Saya diciptakan dari api sedangkan
Adam diciptkan dari tanah”. Iblis masih sempat-sempatnya membawa-bawa nama
Allah dalam proses penciptaannya.
Bandingkan dengan manusia ketika membuat sesuatu atau berhasil
dalam bidang tertentu, dia menjawab, “Bahwa semua itu karena kepintaran,
keuletan, dan kerja kerasnya” tanpa menyertakan Allah subhanahu wa ta’ala
dalam keberhasilannya.Naudzu billahi min dzalik.
4. Diancam Masuk Neraka
Kepada kaum wanita, pandai-pandailah mensyukuri nikmat yang
diberikan oleh Allah melalui suami karena Rasulullah telah bersabda bahwa
kebanyakan penduduk neraka adalah kaum wanita disebabkan mereka tidak pandai
atau mengkufuri nikmat suami.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يَا مَعْشَرَ
النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الِاسْتِغْفَارَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ
أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلَةٌ وَمَا لَنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ
وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ......
“Dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, bahwa beliau bersabda: "Wahai kaum wanita! Bersedekahlah kamu
dan perbanyakkanlah istighfar. Karena, aku melihat kaum wanitalah yang paling
banyak menjadi penghuni Neraka." Seorang wanita yang pintar di antara
mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa kaum wanita yang paling banyak
menjadi penghuni Neraka?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
bersabda: "Kalian banyak mengutuk dan mengingkari (pemberian nikmat dari)
suami........”. H.R. Bukhari
dan Muslim.
“Aku berdiri di pintu neraka dan kebanyakan yang memasukinya adalah adalah wanita”. H.R. Bukhari dan
Muslim.
“Sesungguhnya yang paling sedikit penghuni surga adalah wanita”. H.R. Muslim.
G.
Balasan Bersyukur
1.
Ditambah Nikmat
“Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Q.S.
Ibrahim (14) : 7.
2.
Digolongkan Kedalam Orang Bersabar
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ
أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ
صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Perkara orang mu`min mengagumkan, sesungguhnya semua
perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu`min, bila
tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa
musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya". H.R. Muslim.
Ibnu Abbasberkata, “Tidak ada seorangpun kecuali ia akan sedih
dan gembira, akan tetapi orang yang beriman akan mengangkal musibah-Nya dengan
sabar dan menyambut anugerah-Nya dengan syukur.” (Tafsir al-Qurthubi, XVII:258 dalam
Dudung Abdul Rahman, Resep Hidup Bangkit Dari Keterpurukan hal. 14. ).
Imam al-Ghazaliberkata, “Orang yang bersyukur adalah orang yang
bersabar. Begitu juga orang yang bersabar pada hakikatnya adalah orang yang
bersyukur. Dengan demikian, memang antara sabar dan syukur itu tidak dapat
dipisahkan”.(Minhajul Abidin hal. 358). Wallahu ‘alam bishshawab.
SUMBER BACAAN
A.
Hasssan. Pengajaran Shalat. CV. Pustaka Tamaam Bangil, 1991.
Abdurrahman Hasan Alu Syaikh.Fathul Majid. Pen: Ibtida’in
Hamzah dkk. Pustaka Azzam Jakarta, 2011. Cet. XX.
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari. Shahih Bukhari.
Darul Fikr Bairut, 2003.
Abu Husain Muslim bin Hijaj. Shahih Muslim. Darul Fikr
Bairut, 2007.
al-Ghozali.Minhajul Abidin. Edisi Indonesia: Minhajul
Abidin Petunjuk Ahli Ibadah.Pen: Abul Hiyadh. Mutiara Ilmu Surabaya, 1995.
Cet. I.
Departemen Agama RI.Terjemah dan Tafsir al-Qur’an. J-ART,
2005.
Dudung Abdul Rahman.Resep Hidup Bangkit Dari Keterpurukan.
Yapesdum Press Sumedang, 2005.
Ibnu Katsir.Qishash al-Anbiya’. Edisi Indonesia: Kisah
Para Nabi. Pen: M. Abdul Ghoffar, Pustaka Azzam Jakarta, 2007. Cet. XIII.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.Asma-ul Husna. Edisi Indonesia: Asma-ul
Husna: Nama-nama Indah Allah. Pen: Samson Rahman. Pen. Pustaka al-kautsar
jakarta, 2008. Cet. VII.
M. Quraish Shihab.Tafsir al-Misbah. Lentera Hati Tangerang,
2009. Cet. I.
Solikhin Abu Izzudin. Zero To Hero. Pro-U Media Yogyakarta, 2006.
Cet. III.
http://ainuamri.wordpress.com/2008/12/06/kumpulan-cerita-islam-kisah-islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar