(Ketua PC. Pemuda Persatuan Islam Sumedang Selatan).
Akhir-akhir ini kita perhatikan
semangat kaum muslimin di segenap penjuru negeri sedang mengalami peningkatan
perihal pembangunan masjid. Mulai dari kota sampai desa, masjid-masjid dibangun
dengan begitu megahnya. sampai-sampai di daerah Lombok di juluki sebagai kota
seribu menara dikarenakan banyak dan megahnya bangunan-bangunan masjid di sana.
Terkadang di satu RT sampai ada 2 atau 3 masjidnya dengan bangunan yang sangat
megah.
Bukan tanpa alasan DKM atau panitia
pembangunan masjid merenovasi atau membangun masjid yaitu supaya para jamaah
merasa nyaman dan betah sholat di masjid. Tak jarang didalam masjid dilengkapi
dengan sarana dan prasaran pendukung seperti kipas angin, AC, dispenser beserta
kopi dan teh, pengharum ruangan, dan lain sebagianya.
Di satu sisi gejala tersebut sangat menggembirakan disebabkan
kesadaran umat Islam akan rumah ibadahnya sangat tinggi serta hal itu pun bisa
dijadikan barometer bahwa perekonomian umat Islam saat ini sedang mengalami
peningkatan. Tapi disisi lain juga sangat memperihatinkan dengan jumlah pengisi
masjid setelah pembangunan selesai sangat minim kalau tidak mau disebut kosong
melompong. Ibarat membuat keranda mayat, ketika membuat semua orang sangat
antusias tetapi untuk mengisinya pada tidak mau.
Apakah fenomena bermegah-megah dalam pembangunan masjid menjadi
bukti akhir zaman sudah dekat sebagaimana yang di prediksi oleh Rosulullah
shollallahu ‘alaihi wa salam,
لَاتَقُومُالسَّاعَةُحَتَّىيَتَبَاهَىالنَّاسُفِيالْمَسَاجِدِ
“Tidak akan datang hari kiamat hingga manusia berbangga-bangga
dengan masjid”. H.R. Ahmad.
Bisa kita saksikan kemakmuran masjid oleh jamaah sholat berjamaah hanya
pada waktu sholat jum’at saja, atau pada awal bulan Romadhon. Sampai-sampai
imam teraweh membuat kelakar ketika menginjak pertengahan bahkan akhir bulan
Romadhon, masjid mengalami “kemajuan” atau masjid mengalami “perluasan” setelah
awal Romadhon mengalami “kemunduran” dan “penyempitan”. Apabila dibandingkan
dengan sholat Subuh jelas terlihat kontras. Melihat fenomena seperti ituwajar
bila orang Yahudi laknatullah berkata, “Jika suasana sholat Subuh di masjid
sama dengan sholat Jum’at, maka kami akan takut pada umat Islam”.
Tidak jarang disuatu masjid ketika tiba sholat berjamaah hanya
diisi dua shof saja. Satu shof imam dan satu shof makmum, itu pun makmum nya
hanya satu orang. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, tidak sedikit di satu masjid
yang adzan dirinya, yang qomat beliau, yang jadi imam dia, yang jadi makmum
yang bersangkutan.
Padahal kalau kita perhatikan hadits-hadits yang menerangkan
keutamaan sholat berjamah di masjid sangatlah besar ganjarannya.
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ
صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
"Sholat berjama'ah lebih utama dibandingkan shalat sendirian
dengan dua puluh tujuh derajat." H.R. Bukhori dan
Muslim.
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ
غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى
بِهِنَّفَإِنَّاللَّهَشَرَعَلِنَبِيِّكُمْصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَسُنَنَالْهُدَىوَإِنَّهُنَّمِنْسُنَنِالْهُدَىوَلَوْأَنَّكُمْصَلَّيْتُمْفِيبُيُوتِكُمْكَمَايُصَلِّيهَذَاالْمُتَخَلِّفُفِيبَيْتِهِلَتَرَكْتُمْسُنَّةَنَبِيِّكُمْوَلَوْتَرَكْتُمْسُنَّةَنَبِيِّكُمْلَضَلَلْتُمْوَمَامِنْرَجُلٍيَتَطَهَّرُفَيُحْسِنُالطُّهُورَثُمَّيَعْمِدُإِلَىمَسْجِدٍمِنْهَذِهِالْمَسَاجِدِإِلَّاكَتَبَاللَّهُلَهُبِكُلِّخَطْوَةٍيَخْطُوهَاحَسَنَةًوَيَرْفَعُهُبِهَادَرَجَةًوَيَحُطُّعَنْهُبِهَاسَيِّئَةًوَلَقَدْرَأَيْتُنَاوَمَايَتَخَلَّفُعَنْهَاإِلَّامُنَافِقٌمَعْلُومُالنِّفَاقِوَلَقَدْكَانَالرَّجُلُيُؤْتَىبِهِيُهَادَىبَيْنَالرَّجُلَيْنِحَتَّىيُقَامَفِيالصَّفِّ
"Siapa berkehendak menjumpai Allah besok sebagai seorang
muslim, hendaklah ia jaga semua shalat yang ada, dimanapun ia mendengar
panggilan shalat itu, sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada nabi kalian
sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya semua shalat, diantara sunnah-sunnah
petunjuk itu, kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seseorang yang
tidak hadir di masjid, atau rumahnya, berarti telah kalian tinggalkan sunnah
nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sungguh kalian
akan sesat, tidaklah seseorang bersuci dengan baik, kemudian ia menuju salah
satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap langkah
kakinya, dan dengannya Allah mengangkat derajatnya, dan menghapus kesalahan
karenanya, menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat,
melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen),
sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah diantara dua orang hingga
diberdirikan si shaff (barisan) shalat yang ada." H.R. Muslim.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي
ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ
فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ
تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ
طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
"Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah
pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; pemimpin yang adil,
seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang
laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling
mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah
karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita
kaya lagi cantik lalu dia berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang
bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir
kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena
menangis."H.R. Bukhori.
وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ
بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ
أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ
مِرْمَاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ لَشَهِدَ الْعِشَاءَ
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku ingin
memerintahkan seseorang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan
seseorang untuk adzan dan aku perintahkan seseorang untuk memimpin orang-orang
shalat. Sedangkan aku akan mendatangi orang-orang (yang tidak ikut shalat
berjama'ah) lalu aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, seandainya seseorang di antara kalian mengetahui bahwa ia akan
memperaleh daging yang gemuk, atau dua potongan daging yang bagus, pasti mereka
akan mengikuti shalat 'Isya berjama'ah."H.R. Bukhori.
Selain laki-laki, wanita pun tidak dilarang ikut berjamaah di
masjid dengan syarat disertai muhrim, mendapat izin suami, menghindari fitnah,
tidak tabarruj (berdandan ala Jahiliyyah), tidak memakai wangi-wangian
dan lain sebagainya.
“Apabila isteri-isteri kalian meminta izin kepada kalian untuk ke
masjid, izinkanlah mereka”. H.R.
Bukhori dan Muslim.
“Janganlah kalian menghalangi isteri kalian untuk ke masjid. Tetapi
rumah mereka lebih baik bagi mereka”. H.R. Ibnu Khuzaimah dan Abu Dawud.
Setidaknya Ada 7 Kedisiplinan Buah Dari Sholat Berjamaah.
1.
Disiplin Kebersihan.
Salah satu syarat syah sholat adalah bersih. Bersih badan dengan
wudhu atau mandi. Bersih pakaian dari najis, karena tidak syah sholat dengan
pakaian yang berlumur najis (kotoran). Bersih hati dengan niat yang ikhlas. (Majalah
Sabiliku Bangkit hal. 66).
۞يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ
كُلِّ مَسۡجِدٖ وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ
ٱلۡمُسۡرِفِينَ ٣١
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. Q.S. al-A’rof (7) : 31.
Dilarang memakai pakaian yang bergambar ketika sholat berjamaah
karena akan mengganggu konsentrasi atau kekhusyu’an jamaah lain yang ada di
samping dan di belakang orang yang memakai pakaian bergambar tersebut. Hal ini
berlaku juga buat mukena bergambar yang sedang menjadi tren akhir-akhir ini.
Nabi pernah memerintahkan ‘Aisyah untuk menurunkan tirai bergambar karena
mengganggu kekhusyu’an beliau ketika hendak sholat. Begitu pun dengan cermin
yang menampakan bayangan kita.
Kebersihan mulut juga mutlak diperlukan jika hendak sholat
berjamaah. Karena bau mulut kita akan mengganggu kekhusyu’an sholat orang lain.
"Sekiranya tidak memberatkan ummatku atau manusia, niscaya aku
akan perintahkan kepada mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) pada setiap kali
hendak shalat." H.R.
Bukhori.
Nabi melarang makan bawang putih atau bawang merah kemudian
berangkat ke masjid, sebelum baunya hilang dari mulutnya.
عَنْابْنِعُمَرَرَضِيَاللَّهُعَنْهُمَاأَنَّالنَّبِيَّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَفِيغَزْوَةِخَيْبَرَمَنْأَكَلَمِنْهَذِهِالشَّجَرَةِيَعْنِيالثُّومَفَلَايَقْرَبَنَّمَسْجِدَنَا
“Barangsiapa
yang makan dari pohon ini (bawang putih) maka janganlah mendekati masjid kami”.
H.R. Bukhori
dan Muslim.
مَنْأَكَلَمِنْهَذِهِالشَّجَرَةِيَعْنِيالثُّومَفَلَايَقْرَبَنَّمَسْجِدَنَا
“Barangsiapa
yang memakan bawang putih dan bawang merah, maka hendaklah menjauhi kami atau;
hendaklah menjauhi masjid kami, dan diamlah dirumahnya”. H.R. Bukhori.
Muhammad Shiddiq al-Muntsawi berkata, “Hukum ini mencakup seluruh makanan yang membuat orang
mengeluarkan bau yang tak sedap. Baik bawang merah, bawang putih, bawang
bakung, atau apa saja yang baunya mengganggu orang lain, seperti rokok, bau
kaos kaki, dan yang lainnya. Seorang yang hendak sholat dalam keadaan ini,
wajib menjauhkan diri dari masjid sehingga hilang bau-bau tidak sedap tersebut,
dan mulutnya kembali wangi”.(Kesalahan Umum Dalam Pelaksanaan Ibadah Sholat
hal. 263).
Apa yang dipaparkan di atas berbanding terbalik dengan apa yang
kita saksikan dewasa ini, dimana DKM sengaja menyediakan asbak untuk para
jamaah merokok di dalam masjid. Jangankan merokok di dalam masjid, bau mulut
orang yang merokok saja dilarang masuk
ke dalam masjid. Yang lebih memperihatinkan lagi dari itu ialah setelah mereka
merokok di dalam masjid, mereka langsung melaksanakan sholat tanpa membersihkan
atau menghilangkan terlebih dahulu bau muluk akibat merokok tersebut. Mereka
beranggapan selama abu rokok tidak mengotori masjid maka boleh merokok di
masjid, padahal masalahnya bukan itu.
مَنْأَكَلَمِنْهَذِهِالشَّجَرَةِالْمُنْتِنَةِفَلَايَقْرَبَنَّمَسْجِدَنَافَإِنَّالْمَلَائِكَةَتَتَأَذَّىمِمَّايَتَأَذَّىمِنْهُالْإِنْسُ
"Barangsiapa
yang memakan pohon yang berbau ini, janganlah sekali-kali mendekati masjid
kami, karena Malaikat terganggu dari hal-hal yang menjadikan manusia merasa
terganggu karenanya". H.R.
Ahmad.
Paling terpenting dari itu semua yang harus bersih yaitu bersih
hati dari riya dan sum’ah. Karena sholat berjamaah di masjid
berbeda dengan sholat di rumah karena ketika kita sholat berjamaah di masjid,
mulai dari perjalan menuju dan pulang dari masjid begitu pula ketika di dalam
masjid aktifitas kita terlihat oleh orang lain berbeda dengan sholat di rumah
yang tidak terlihat oleh orang luar. Hal itu berpotensi untuk timbulnya sifat riya
dan sum’ah.
Bila ada orang yang dalam keseharian hidupnya berprilaku kotor/tidak
bersih artinya orang tersebut tidak pernah sholat berjamaah di masjid atau
orang tersebut tidak atau kurang menghayati ruh/buah dari sholat berjamah yaitu
membuahkan disiplin kebersihan.
2.
Disiplin Waktu.
Sholat berjamaah di masjid menuntut seseorang untuk disiplin waktu.
Bila seseorang ingin melaksanakan sholat tahiyatul masjid jelas orang
tersebut harus datang lebih awal ke masjid dan harus tahu kapan awal waktu adzan.
Begitu juga denganMuadzin harus datang tepat waktu jangan sampai adzan
yang ia kumandangkan melebihi waktu sholat karena akan “mendzolimi” orang yang
sedang menunggu waktu sholat atau orang yang akan shoum dan berbuka shoum yaitu
adzan Subuh dan adzan Maghrib.
Begitu juga hal nya seorang imam yang sudah rutin dijadwal di suatu
masjid baik secara tertulis atupun tidak. Jangan sampai para jamaah kesal
menunggu imam karena tidak ada lagi yang bisa menjadi imam. Karena terlalu lama
menunggu imam rutin atau imam yang terjadwal tidak kunjung datang atau telat
datang, salah seorang dari makmum “nyelonong” atau ditunjuk jadi imam untuk
maju. Melihat ada orang lain yang maju sang imam rutin cemberut bahkan marah.
Jangan salahkan makmum yang menjadi imam tapi seharusnya imam seperti ini harus
on time bila tidak mau posisinya ditempati oleh orang lain. Jangan
arogan, mentang-mentang menjadi imam tetap atau tidak ada lagi yang bisa
menjadi imam lantas dia datang terlambat.
Orang yang selalu sholat berjamaah dimasjid tentu akan tahu
waktu-waktu jam sholat bandingkan dengan orang yang tidak suka berjamaah sholat
di masjid. Jam “karet” yang biasa dilakukan kebanyakan orang dewasa ini mencerminkan
bahwa orang tersebut tidak pernah sholat berjamaah di masjid atau orang
tersebut tidak atau kurang menghayati ruh/buah dari sholat berjamah yaitu
membuahkan disiplin waktu.
3.
Disiplin Kerja.
Dalamsholat berjamaah baik imam maupun makmum diikat oleh aturan
yang baku. Imam tidak bisa berbuat semaunya, tapi harus disiplin dengan
ketentuan yang ditetapkan Tuhan dan Nabi. Jika salah ia harus mau diingatkan.
Demikian juga makmum. (Sabiliku Bangkit hal. 66).
Aturan yang baku itu harus dilaksanakan dengan tertib dan berurutan
tidak boleh di acak, mulai dari takbir sampai dengan salam. Makmum tidak boleh
menyamai bahkan mendahului imam dalam semua gerakan sholatnya.
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ لَا
يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ
اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
"Tidakkah salah seornag dari kalian takut, atau apakah salah
seorang dari kalian tidak takut, jika ia mengangkat kepalanya sebelum Imam,
Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau Allah akan
menjadikan rupanya seperti bentuk keledai?". H.R. Bukhori.
Jika ada orang yang ketika kerjanya tidak disiplin menandakan orang
tersebut tidak pernah sholat berjamaah di masjid atau orang tersebut tidak atau
kurang menghayati ruh/buah dari sholat berjamah yaitu membuahkan disiplin kerja.
4.
Disiplin Berfikir Atau Konsenterasi.
Sholat baru akan mencapai kualitas terbaik jika dilakukan dengan
khusyu’. Khusyu’ bermakna mengonsentrasikan pikiran secara utuh untuk melakukan
sesuatu dan mengerti sepenuhnya atas apa yang dibaca dan dilakukan. (Sabiliku
Bangkit hal. 66).
Khusyu’ bukan berarti harus memejamkan mata karena dalam sholat
pandangan mata kita harus diarahkan ke tempat sujud (H.R. Bukhori dan Baihaqi).
Hanya dalam tahiyat saja pandangan kita di arahkan ke telunjuk(H.R.
Ahmad, Nas’i dan Abu Dawud).Abduh Zulfidar Akaha, 160 Kebiasaan Nabi SAW
hal. 88-89 & hal. 92-92.
Khusyu’ bukan juga bermakna lisan membaca bacaan Arab sedangkan
hati menerjemahkannya ke bahasa Indonesia atau ke bahasa daerah, tapi khusyu’
bermakna mengerti sepenuhnya apa yang dibaca dan yang sedang dilakukan
sebagiamana yang dijelaskan oleh M. Zainal Muttaqindalam majalah
Sabiliku Bangkit di atas. Jangan sampai yang dilakukannya gerakan sholat tapi
pikirannya mencangkul di sawah. Kiranya bukan disini tempatnya untuk
menjelaskan definisi khusyu’ secara panjang lebar, untuk mengetahui akan hal
itu silahkan rujuk kitab-kitab tafsir al-Qur’an.
Untuk menciptakan kekhusyu’an, hindari mengenakan pakain bergambar ketika sholat
berjamaah di masjid karena akan mengganggu konsentrasi orang yang berada di
samping dan dibelakang kita. Hal ini pun berlaku juga untuk sajadah bergambar,
sekalipun gambar tersebut adalah gambar Masjidil Harom. Lebih selamat
pergunakanlah sajadah polos untuk meningkatkan kekhusyusan dan konsentrasi
dalam ibadah sholat.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ كَانَ
قِرَامٌ لِعَائِشَةَ سَتَرَتْ بِهِ جَانِبَ بَيْتِهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمِيطِي عَنَّا قِرَامَكِ هَذَا فَإِنَّهُ لَا
تَزَالُ تَصَاوِيرُهُ تَعْرِضُ فِي صَلَاتِي
“Dari Anas, adalah gordyn milik ‘Aisyah digunakan sebagai penutup
pinggir rumahnya, kemudian nabi bersabda, ‘Jauhkanlah dari kami gordyn kamu
ini, karena gambar-gambarnya selalu memalingkan konsentrasiku dalam sholat”. H.R. Bukhori.
“Dari ‘Aisyah, Aku mempunyai pakaian yang bergambar, kemudian aku
menghamparkannya, dan Rosulullah sholat diatasnya, kemudian bersabda kepadaku,
‘Jauhkanlah ia dariku, kemudian aku menjadikan darinya dua bantal”. H.R. Muslim, Nasa’i, dan
Darimi.
“Dari ‘Aisyah ia berkata, ‘Rosulullah mendirikan sholat dengan
memakai baju yang ada gambarnya, maka ketika selesai sholat beliau bersabda,
‘Bawalah baju ini ke Abi Jahm bin Hudzaifah dan datangkan bagiku baju-baju yang
tebal, karena baju tersebut barusan melalaikanku dalam sholat”. H.R. Bukhori, Muslim, dan
Ibnu Majah.
Kedua hadits diatas menunjukkan makruhnya sholat di tempat yang ada
gambarnya, atau sesuatu yang bisa menyibukkan hati orang yang sholat, seperti
gambar dan hiasan.
Al-‘Izz bin ‘Abdussalam
berkata, “Dimakruhkan sholat diatas sejadah yang dihiasi, demikian juga
sholat diatas tempat yang tinggi, karena sholat merupakan keadaan tawadhu dan
tenang”.
Ibnu Taimiyyah
berkata, “Pendapat keumuman Ashob adalah makruh masuk gereja yang bergambar.
Dan sholat didalamnya, juga disetiap tempat yang ada gambarnya, lebih makruh.
Inilah kebenaran yang tidak diragukan lagi”.
An-Nawawi
berkata, “Adapun baju yang bergambar, atau bersalib, atau apa saja yng
melalaikan, maka makruh sholat memakainya atau menghadap kearahnya, berdasarkan
hadits”.
Ibnu Hajar al-Asqolani
berkata, “Disimpulkan dari hadits ‘Aisyah, makruhnya segala sesuatu yang
mengganggu sholat seperti sablon, lukisan, dan sebagainya”.(M. Shiddiq
al-Muntsawi, Kesalahan Umum Dalam Pelaksanaan Ibadah Sholat hal. 249-250).
Dalam sholat berjamaah, disiplin berfikir atau konsentarsi mutlak
diperlukan adanya. Konsentrasi akan jumlah rokaat, konsentrasi akan gerakan
sholat, dan konsentrasi akan bacaan imam; bila imam salah bisa langsung
dibetulkan.
Bila bacaan imam dijaharkan maka
makmum harus berkonsentrasi dan mendengarkan bacaan imam. Jangan sampai imam
membaca al-Fatihah serta suroh pendek sedangkan makmum pun membaca al-Fatihah.
Jika hal itu terjadi sudah dapat dipastikan bila imam salah atau lupa bacaan
suroh pendek tidak akan ada yang membetulkan dan jelas perbuatan makmum
tersebut akan sangat mengganggu konsentrasi imam dalam membaca suroh.
Hal tersebut secara tidak langsung
sudah “mencederai” hakikat sholat berjamaah karena imam dam makmum “berjalan” masing-masing,
imam membaca suroh dan makmum pun membaca al-Fatihah. Ruh atau disiplin
berfikir/konsentrasi tentu tidak akan di dapat.
Secara tegas Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberi tuntunan mengenai hal tersebut.
وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ
فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ٢٠٤
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. Q.S. al-A’rof (7) : 204.
Untuk lebih jelas mengenai apakah makmum harus membaca al-Fatihah
atau tidak di belakang imam pada sholat jahar, silahkan baca buku A. Hassan:
Soal Jawab I/104-128 dan A. Zakaria: al-Hidayah II/1-41.
Sebelummelaksanakan sholat, Rosulullah terlebih dahulu memerintahan
kepada makmum untuk meluruskan shof. Hikmah dari meluruskan shof ini selain
supaya shof lurus dan tidak dimasuki oleh syetan seperti seekor anak kambing (H.R.
Ahmad), juga berfungsi sebagai “pengabsen” kalau-kalau ada jamaah yang
tidak melaksanakan sholat berjamaah akan terlihat atau terabsen.
أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ فَقَالَ أَقِيمُوا
صُفُوفَكُمْ ثَلَاثًا وَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ
اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ قَالَ فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ مَنْكِبَهُ
بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ
“An-Numan bin Basyir berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam biasa menghadap kepada jamaah, lalu bersabda: "Luruskanlah shaf
shaf kalian! -beliau mengucapkannya tiga kali- Demi Allah, hendaklah kalian
benar-benar meluruskan shaf shaf kalian, atau Allah benar--benar akan membuat
hati kalian saling berselisih." Kata Nu'man; Maka saya melihat seseorang
melekatkan (merapatkan) pundaknya dengan pundak temannya (orang di sampingnya),
demikian pula antara lutut dan mata kakinya dengan lutut dan mata kaki
temannya”. H.R. Abu Dawud.
Begitu pula bila selasai sholat, Rosulullah suka menghadap ke
sebalah kanan makmum.
“Apabila kami
sholat dibelakang Rosulullah, kami senang berada di sebelah kanan beliau,
karena beliau menghadapkan wajahnya ke arah kami”. H.R. Muslim.
Imam harus berfikir atau
berkonsentrasi kepada makmum sebelum sholat berlangsung, apakah di antara
makmum ada orang yang lemah, sakit, berusia lanjut, dan atau ada keperluan.
“Apabila salah
seorang dari kalian sholat mengimami orang-orang, maka hendaknya ia
meringankan, karena sesungguhnya di antara mereka ada yang lemah, yang sakit,
dan ada yang berusia lanjut. Dan jika salah seorang kalian sholat sendirian,
maka panjangkanlah sholatnya sesukanya”. H.R. Bukhori dan Muslim.
Rosulullah pernah marah kepada Muadz
bin Jabal ketika dia menjadi imam, ada yang mufaroqoh (memisahkan diri
dari jamaah sholat lalu sholat munfarid) dan mengadu kepada beliau. Maka
beliau pun memanggil Muadz dan menegurnya, “Apakah engkau ini seorang
pembuat fitnah, wahai Muadz?”. Kemudian beliau memerintahkan Muadz agar
meringankan sholatnya jika menjadi imam. (Abduh Zulfidar Akaha, 160
Kebiasaan Nabi SAW hal. 97).
Bandingkan dengan sikap imam-imam dewasa ini yang senang
memanjangkan bacaan suroh ketika sholat berjamaah dan memendekkan bacaan suroh
ketika sholat munfarid.
Jika ada orang yang kurang konsentrasi menendakan orang tersebut
tidak pernah sholat berjamaah di masjid atau orang tersebut tidak atau kurang
menghayati ruh/buah dari sholat berjamah yaitu disiplin berfikir atau
konsentrasi.
5.
Disiplin Moral Dan Akhlak.
Sholat mendidik kita untuk mau menegakkan amar ma’rufdan nahi
munkar sebagaimana di perintahkan oleh Allah,
ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ
ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ
وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ
٤٥
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Q.S. al-Ankabut (29) : 45.
Sholat berjamaah di masjid berbeda
dengan sholat di rumah karena ketika kita sholat berjamaah di masjid, mulai
dari berjalan menuju atau pulangdari masjid begitu pula ketika di dalam masjid
aktifitas kita terlihat oleh orang lain berbeda dengan sholat di rumah yang
tidak terlihat oleh orang luar. Maka dari itu suatu yang wajib dimiliki bagi
orang yang sholat berjamaah yaitu akhlakul karimah. Jangan sampai ada
orang yang berbicara, “Buat apa sholat di masjid berjamaah juga kalau
akhlaknya jelek mah. Mending saya tidak pernah sholat tapi berakhlak baik”.
Sholat berjamaah di masjid harus
menjadi “gas” dalam melaksanakan amar makruf dan menjadi “rem” dalam nahi
mungkar.
Jika ada orang yang berakhlak jelek menandakan orang tersebut tidak
pernah sholat berjamaah di masjid atau orang tersebut tidak atau kurang
menghayati ruh/buah dari sholat berjamah yaitu disiplin moral dan akhlak.
6.
Disiplin Kesabaran.
Sholat tidak sah bila dikerjakan belum masuk waktunya. Maka dari
itu walaupun kita sudah siap, sudah santai, sudah berada di dalam masjid tapi
jika waktu sholat wajib belum tiba, terpaksa kita harus bersabar menunggu.
Begitu pula ketika kita menjadi makmum dituntut untuk sabar.
Meskipun bacaan ruku, bacaan sujud, bacaan tasyahud atau bacaan yang lainnya
sudah beres; bila imam belum beranjak dari posisinya maka kita jangan
berani-berani untuk mendahului imam jika tidak mau di yaumil akhir nanti
kepala kita diganti dengan kepala keledai sebagaimana hadits yang tercantum di
atas.
Sifat sabar juga dituntut dalam menghadapi berbagai macam karakter jamaah
sholat yang berada di masjid. Dalam sholat tarowih contohnya banyak anak-anak
yang biasa mengikuti sholat tarowih dengan becanda yang mengakibatkan mengganggu
kekhusyu’an jamaah lain dalam melaksanakan ibadah sholat. Siapapun itu, baik
DKM, sesepuh masjid, ataupun yang lainnya harus sabar dalam menghadapi
“fenomena tahunan” seperti itu. Jangan sampai DKM atau sesepuh masjid mengusir
anak-anak tadi. Bila itu terjadi sudah dapat dipastikan anak-anak tersebut
enggan lagi ke masjid baik ketika bulan Romadhon maupun bulan-bulan yang lain.
Kalau hal itu terjadi jelas yang rugi adalah DKM sendiri yang ke depannya tidak
punya kader penerus yang akan mengisi masjid. Hal tersebut belum lagi ditambah
dengan “perang dingin” bahkan “perang urat syaraf” antara DKM dan orang tua
sang anak yang tidak terima anaknya di usir dari masjid.
Untuk mensiasati hal tersebut bisa dilakukan “menakuti” anak
tersebut oleh imam sholat tarowih atau DKM dengan mengatakan bahwa anak yang
sholat tarowihnya main-main buku kegiatan bulan Romadhonnya tidak akan ditanda
tangan. Atau bisa juga pihak DKM benginformasikan kepada orang tua yang membawa
anak kecil untuk mengaping dan menegur anaknya bila anaknya main-main serta
mengganggu kekhusyu’an sholat. Metode lainnya bisa juga posisi anak-anak di
selang-seling dengan posisi orang dewasa.
Kesabaran juga diperlukan ketika melihat orang yang jarang atau
mungkin tidak pernah berjamaah sholat di masjid, tiba-tiba sholat ke masjid.
Biasanya jamaah yang sudah lama sholat di masjid, sesepuh masjid, atau DKM
mengeluarkan kata-kata sindiran yang menusuk hati semisal, “Tumben-tumbennan
nih sholat berjamaah ke masjid! Hidup lagi susah ya sehingga perlu dekat sama
Allah”. Atau kata-kata seperti, “Kagak bakalan hujan angin nih ada si
fulan sholat di masjid”.Atau juga kata seperti ini, “Nah gitu dong
sholat berjamah ke masjid! Jangan mancing mulu”.Atau kata-kata bernada
semisal.
Ucapan-ucapan seperti itu mungkin di ucapkan secara spontan tanpa
ada maksud mencibir, mungkin juga niatnya hanya memotifasi, tapi bagi orang
yang di ajak bicara akan berbeda menerimanya. Bagi orang yang pemalu atau
sensitif sudah dapat di tebak keesokan harinya orang tersebut tidak akan mau
lagi ke masjid. Kalau sudah begitu, siapa yang rugi?. Jelas yang rugi adalah
DKM yang akan kehilangan generasi pelanjut masjid dan silaturahmi akan menjadi
rusak, padahal sholat berjamaah seharusnya dapat lebih memupuk dan mempererat
tali silaturahmi bukan malah sebaliknya.
Sudah jelas bahwa kebanyakan orang sulit dan susah untuk sholat
berjamaah ke masjid, jangankan menurut inisiatif sendiri, di suruh juga
sulitnya minta ampun. Ini sudah ada orang yang datang ke masjid, eh malah di
kata-katain. Ini menjadi bahan evaluasi bagi kita semua untuk tidak menyalahkan
orang yang tidak ke masjid. Barangkali itu semua salah kita sendiri yang
bersikap tidak nyaman bagi mereka lalu “berefek domino” orang tersebut
menceritakan pengalamannya kepada orang lain yang pada akhirnya orang lain pun
berfikir dua kali bila akan sholat ke masjid karena terbayang dia akan di
“bully” seperti pendahulunya. Hal serupa juga mungkin di alami oleh anak yang
sholat terawih tadi.
Jika ada orang yang tidak sabaran, menandakan orang tersebut tidak
pernah sholat berjamaah di masjid atau orang tersebut tidak atau kurang menghayati
ruh/buah dari sholat berjamah yaitu kesabaran.
7.
Disiplin Berorganisasi.
Dikarenakan banyaknya orang yang sholat berjamaah di masjid, secara
otomatis jamaah akan membentuk DKM (Dewan Keluarga Masjid). Dari DKM itu akan
muncul ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil
bendahara, dan seksi-seksi yang sekiranya diperlukan.
Begitu pula dalam sholat berjamaah ada pemilihan imam yang biasa
lazim dilakukan dalam suatu organisasi. Bila imam batal, maka orang yang ada
dibelakang imam harus maju dan menggantikan imam tersebut.
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ
لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ فِي
الْهِجْرَةِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ
فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِنًّا وَلَا تَؤُمَّ
الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا تَقْعُدْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا أَنْ
يَأْذَنَ لَكَ
“Orang yang menjadi imam untuk suatu kaum adalah yang paling
menguasai AI Qur'an. Jika bacaan mereka sama, maka yang jadi imam adalah orang
yang lebih dulu hijrah. Jika dalam hijrah mereka sama. maka yang jadi imam
adalah orang yang paling mengetahui tentang Sunnah. Jika pengetahuan mereka
tentang Sunnah sama, maka yang jadi imam adalah orang yang paling tua di antara
mereka. Janganlah kamu mengimami seseorang di tempat yang menjadi wewenangnya
dan janganlah duduk di atas tempat kemuliaannya kecuali seizinnya”. H.R. an-Nasa’i.
Jika ada orang yang tidak mau
berorganisasi, menandakan orang tersebut tidak pernah sholat berjamaah di
masjid atau orang tersebut tidak atau kurang menghayati ruh/buah dari sholat
berjamah yaitu disiplin berorganisasi. HANCA.
SUMBER BACAAN:
1.
Abduh Zulfidar Akaha, 160 Kebiasaan Nabi SAW. Pustaka
al-Kautsar Jakarta, 2002. Cet. I.
2.
A. Hassan, Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama.
Diponegoro Bandung (tt). Cet. II.
3.
A. Zakaria, al-Hidayah. Ibn Azka Press Garut, 2006. Cet. II.
4.
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhori, Shohih Bukhori.
Darul Fikr Bairut, 2003.
5.
Abu Husain Muslim bin Hijaj, Shohih Muslim. Darul Fikr
Bairut, 2007.
6.
Departemen Agama RI, Terjemah dan Tafsir al-Qur’an. J-ART,
2005.
7.
Majalah Sabiliku Bangkit, No. 04 Th. I, Muharram 1436 /
November 2014.
Muhammad
Shiddiq al-Muntsawi, Akhta’u al-Mushollin. Edisi Indonesia: Kesalahan
Umum Dalam Pelaksanaan Ibadah Sholat. Pen: A. Zakaria & Haris
Muslim, Lc. Editor: A. Zakaria. Ibnu Azka Press Garut, 2006. Cet. III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar